#IndonesiaTanpaITJ: Investasi Jangka Panjang
#IndonesiaTanpaJIL |
Minggu kemarin (02/16) saya diajak oleh seorang teman
mengikuti acara seminar yang diselenggarakan oleh #IndonesiaTanjaJIL (lebih
akrab dengan sapaan “Bro ITJ”) wilayah Yogyakarta di Masjid Kampus UGM.
Pemateri dari seminar itu ada dua orang: Syamsudin Arief dan Kucay (mantan
vokalis Rocket Rockers). Acara itu lumayan meriah meskipun tanpa dibarengi alunan
musik dangdut yang syahdu dari Cita-citata – Sakitnya tuh disini.
Setelah pemateri pertama usai memaparkan tentang ‘lost of adab’ dalam Islam, kemudian
dilanjutkan oleh pemateri kedua: Kucay, ia adalah mantan vokalis Rocket
Rockers. Wuiihh!
Menurut saya, Kucay ini kerjanya sama seperti Felix Siauw dan
Jonru, ia memanfaatkan statusnya sebagai “mantan”. Muslim Indonesia selalu
latah dengan segala hal yang berbentuk mantan, mulai dari urusan hati sampai
urusan agama. Di luar sana, mualaf belajar Islam, disini, mualaf yang
mengajarkan Islam. Bukan apa-apa, saya takutnya dia (Felix Siauw) jadi mualaf
adalah strategi terselubung yang massif dari Wahyudi laknatullah untuk menyesatkan umat Islam Indonesia dan
menghancurkannya dari dalam. Allahu Akbar dulu ah biar tambah fresh!
Dalam diskusi itu, Kucay menceritakan bagaimana ia memutuskan
untuk bereksodus dari dunia hura-hura ala anak Band, sampai ke dunia
hastag-hastag-an “Tanpa” ala anak twitter. Tidak ada sedikit pun kekaguman saya
terhadap dia yang berani meninggalkan dunia hedonisnya, yang ada hanyalah rasa
mual karena sikap Kucay yang tergolong lebay berkafan syariah. Kini Kucay
menjadi aktivis yang gagah berani menantang pemikiran JIL yang sesat
menyesatkan, ia tidak mau lagi kembali ke dunia hiburan karena sudah “Ingin
Hilang Ingatan” dari budaya jahiliyyah. Subhanallah banget yah.
Kemudian yang menarik di sesi tanya jawab ada seorang penanya begini “Ustadz, bagaimana cara melawan pemikiran JIL sampai benar-benar ‘tanpa’ (tidak ada) ?” bagi saya cukup menggelikan dan hanya bisa tertawa di dalam hati (hahaha) agar tidak dianggap sebagai mata-mata.
Kedua pemateri itu menjawab dengan sangat normative. Bagi
saya, dialektika pemikiran memang tidak akan berakhir karena manusia adalah
makhluk yang berpikir (setidaknya begitu yang saya dengar dari orang-orang
terpelajar). Sepanjang manusia menggunakan pikirannya, maka perdebatan dan
diskusi tentang suatu fenomena akan terus mengalir deras tanpa ada muara yang
menghentikannya. ITJ memang bagus menolak pemikiran JIL, berarti mereka
menggunakan pikirannya. Namun, yang masih belum bisa saya terima adalah kenapa
harus “tanpa” ? Kenapa ?!
Menurut saya, bagaimana pun yang namanya ide itu tidak bisa
mati. Jasad boleh saja pergi ke liang lahat kemudian berdialektika dengan duo
malaikat kepo: Rakib-Atid, tapi ide mempunyai kaki, Bung! Seliar apa pun ide
itu, ia akan berjalan bahkan berlari menyusuri setiap sudut sempit ruang dan
waktu. Namun, ide yang abadi adalah ide yang masuk akal, sebab menurut Friedich
Hegel— yang merupakan anak sah dari romantisme mengatakan, hanya yang masuk
akallah yang akan berumur panjang.
Karl Marx dan Charles Darwin boleh saja dikatakan mati dan telah
diospek oleh Panitia Persiapan Masuk Akhirat (PPMA), “man rabbuka ?” namun, idenya tentang komunisme dan evolusi tidak
akan pernah mati karena masih dianggap masuk akal oleh sebagian orang. Begitu
pula dengan JIL. Meskipun hastag #IndonesiaTanpaJIL menjadi trending topic
nomor satu di Indoensia selama tujuh hari tujuh malam, namun karena ide JIL
dipandang masuk akal dalam memahami agama, maka mustahil akan terwujudnya
“tanpa” itu. Jika harus meminjam istilah Gus Mul: Ini ide, Bung! Bukan Chelsea,
tidak butuh serangan balik.
Ide yang mati adalah ide yang tidak bisa diterima oleh akal
sehat. Hari ini, kisah Sangkuriang menendang perahu kemudian secara bim salabim menjadi gunung dianggap
sebagai dongeng karena tidak masuk akal. Besok-besok nih, jika kisah tentang
seseorang yang mampu menebas lautan hingga terbelah, itu tidak segera dipoles
oleh akal agar terlihat masuk akal, kemungkinan besar cerita ini akan dianggap
dongeng pula di kemudian hari. Yang abadi adalah yang masuk akal. Karena itu,
jika ITJ mampu menghadirkan hal-hal yang tidak masuk akal dalam pemikiran JIL,
maka mereka bisa membunuhnya. Namun tentunya akan sulit, karena betapa masuk
akalnya mereka. Setidaknya begitu kata dosen saya.
Tapi jika memang nantinya Indonesia bisa tanpa JIL dan ide
mereka benar-benar tidak ada, maka saya akan buat #IndonesiaTanpaITJ supaya
anak-anak ITJ tidak nganggur. Perlu diingat, orang ganteng ada, karena orang
seperti Agus Mulyadi ada. ITJ ada
karena JIL ada. JIL tidak ada, mata pencaharian ITJ terancam. Bisnis clothing
akan menurun, undangan sebagai pemateri akan berkurang dan bakul hijab gulung
tikar, maka secara perekonomian, mereka akan mengalami inflasi dan paceklik
jangka panjang. #IndonesiaTanpaITJ adalah solusi! Agar nafkah mereka terus
menyambung dan saya juga butuh nafkah untuk makan, maka harus ada ‘tanpa-tanpa’
yang lain.
Seandainya saya berhasil mengudarakan ITI atau
#IndonesiaTanpaITJ, saya berharap ada lagi hastag #IndonesiaTanpaITI agar
perekonomian saya tidak gulung tikar dan nama saya akan dikenang karena gak
mati dimangsa lupa.
Sempak yang jatuh takan jauh dari tempat jemuran. Semoga saja
ada banyak ‘tanpa-tanpa’ yang lain agar anak cucu saya dan kita semua bisa
makan enak, diundang sebagai pemateri dan followers bertambah banyak. Kan enak
tuh kalau followers sudah bertambah banyak, bisa jadi saingan anak cucunya Koh
Felix Siauw dalam percaturan perbakulan hijab di Indonesia. Sekian dan
terimakasih.
Setelah acara itu selesai, ya saya pulang dengan bibir
tersenyum mengambang ke arah langit yang fana.
Ucay kali mas, bukan Kucay..
ReplyDeleteApa pun namanya, minumannya teh botol sosro, Mz ~
DeleteDukung.... Ayo bro bikin.... Jo ngomong thok
ReplyDeleteSiap, nanti ente bikin lagi hastag #IndonesiaTanpaITI yah :p
Deletehttps://twitter.com/alakaucay/status/721220148997165056
ReplyDeleteKurang seru si Ucay mah, kayak ngobrol sama anak TK, beda sama Hafidz_ary wkwkwkwk
DeleteKalo Jonru nggak bagus gitu, Mz ? ~
Delete