Sila Keempat vs DPR RI

Tidur yang nyenyak, Wakil Rakyatku!

Jika ditelaah lebih mendalam, nilai yang terkandung dalam ‘kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan’ mengandung makna suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan. Akan tetpi, secara tidak sadar sebenarnya rakyat selalu disuguhi oleh tontonan dari tindakan para wakilnya yang menyeleweng dari nila-nilai Pancasila terutama sila keempat.
Seperti tindakan yang dilakukan oleh politikus PPP, Hasrul Azwar. Ia melakukan aksi anarkis dengan membanting meja di dalam ruang sidang paripurna DPR. Tindakan ini dilakukannya setelah pemimpin sidang menutup sidang paripurna dengan penetapan anggota komisi dan alat kelengkapan dewan.
Selain itu, di dalam gedung terhormat DPR pernah ada pertunjukan adu jotos antara dua wakil rakyat. Adu Jotos antara dua anggota DPR ini terjadi saat rapat berlangsung. Diduga, perkelahian antara anggota DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Mustofa Assegaf dan Mulyadi dari Fraksi Partai Demokrat disebabkan debat yang terjadi dalam rapat kerja Komisi VII dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said.
Penyimpangan terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila khususnya sila keempat selalu dilanggar oleh anggota DPR. Hal ini terbukti dengan jumlah anggota yang hadir pada sidang Paripurna hanya sebanyak 307 anggota DPR dari total 560 yang terdaftar. Fraksi PDIP, Golkar, dan Demokrat tercatat menyumbang jumlah anggota bolos paling banyak sampai 50%. Bukan hanya itu, yang hadir pun sebenarnya seringkali tidak memiliki pengaruh apa pun dalam persidangan, sebab mereka asyik bermain gadget, tidur dengan pulas bahkan ada yang meninggalkan ruangan saat rapat berlangsung.
Contoh di atas merupakan fakta bahwa begitu seringnya anggota DPR melakukan ‘kriminalisasi’ terhadap sila keempat. Seharusnya anggota dewan menjadi suri tauladan bagi rakyat, namun mereka malah mencontohkan yang lain. Ada yang membanting meja, adu jotos, ada yang bolos dan ada yang main gadget kemudian tidur saat sidang, selain itu ada pula yang meninggalkan ruangan saat rapat berlangsung. Kejadian-kejadian seperti ini membenarkan pernyataan Gus Dur bahwa anggota legislatif itu tidak lebih dari sekedar Taman Kanak-kanak (TK).
Kerja beginian tuh dapet duit, Coeg! :D
Permasalahan di atas merupakan bukti bahwa adanya pelanggaran terhadap sila keempat, sila dimana musyarawah menjadi andalan. Dalam mengatasi permasalahan di atas, maka setidaknya ada beberapa solusi yang bisa ditawarkan oleh saya adalah:
Kembali mendalami Pancasila
Sejak 18 Agustus 1945 sampai sekarang butir-butir Pancasila tetap ada lima dan tidak pernah berubah. Akan tetapi, pendidikan Pancasila yang diajarkan dari SD sampai perguruan tinggi, belum mampu menciptakan jiwa yang Pancasilais serta belum begitu fundamental masuk ke dalam sanubari seluruh rakyat Indonesia. Faktanya adalah masih banyak generasi muda yang gemar tawuran, seks bebas, penyalahgunaan narkoba, pelanggaran Hak Asasi Manusia, bolos sekolah dan lain-lain.
Selain itu, dengan adanya pelanggaran yang dibuat oleh anggota dewan seharusnya menjadi pertimbangan bahwa pendidikan Pancasila harus kembali disampaikan kepada mereka. Sebab, apabila nila-nilai Pancasila tidak lagi digalakkan untuk tingkat anggota dewan, maka perilaku-perilaku yang menyimpang di atas akan terus terjadi dan bukan tidak mungkin akan menjadi bagian dari budaya cara bermusyawarah Negara Indonesia. Meja dirusak, adu jotos ketika sidang berlangsung dan tidur di ruang rapat adalah sekelumit yang harus segara dibasmi sebelum benar-benar menjadi budaya sepenuhnya.
Menghargai perbedaan pendapat
Dalam sebuah diskusi, seminar, debat, sidang dan lain-lain tentu akan menemui perbedaan pendapat. Bahkan menu makan malam dalam suatu keluarga bisa saja berbeda satu dengan yang lainnya. Seperti ibu bisanya masak nasi goreng, anaknya mau makan nasi tumpeng dan ayahnya ingin nasi padang. Nah, apalagi sekelas wakil rakyat. Sudah menjadi rahasia umum selalu ada perbedaan pendapat dalam sebuah wadah. Karena itulah, solusi yang paling tepat untuk mengatasi perbedaan adalah saling menghargai.
Perilaku adu jotos dan membanting meja adalah contoh tiadanya saling menghargai perbedaan pendapat diantara anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Perilaku individualistik begitu kental sehingga mereka berani untuk memukul lawan sidangnya, mereka juga tidak segan untuk membanting meja karena keputusannya tidak sesuai dengan pendapatnya. Andaikan mereka saling menghargai satu sama lain, maka pelanggaran terhadap sila keempat pun takan pernah terjadi.
Kepentingan rakyat didahulukan dari kepentingan pribadi atau kelompok
Saat ini yang duduk sebagai anggota DPR, dulunya ketika masa kampanye begitu getol menyampaikan bahwa kepentingan rakyat di atas segala-galanya. Mereka mengesampingkan kepentingan politik, kepentingan pribadi dan kepentingan kelompoknya. Namun ketika mereka sudah duduk di parlemen, kepentingan rakyat yang selama masa kampanye digembar-gemborkan itu pun perlahan menghilang. Dengan demikian benarlah ungkapan bahwa tidak ada yang abadi di dalam politik, yang abadi hanyalah kepentingan.
Karena itulah, ajaran politik yang serba egoistik harus dihilangkan, sebab sangat bertentantangan dengan konsep musyawarah mufakat yang terkandung di dalam sila keempat. Apabila kepentingan rakyat didahulukan, maka secara tidak langsung anggota dewan telah mengimplementasikan nila-nilai Pancasila. Selain itu, penyelewengan terhadap sila keempat di gedung DPR saat sidang takan mungkin terjadi apabila mereka benar-benar mendahulukan kepentingan rakyat secara global.
Menghukum anggota dewan yang menyimpang dari Pancasila terutama sila keempat
Salah satu andalan dalam mendidik anak selain memberikan reward adalah memberikan punishment. Punishment adalah cara yang sangat efektif dalam mendidik anak agar lebih baik dan tidak mengulangi kesalahannya. Punishment perlu diberlakukan kepada seorang anak untuk meninggalkan perbuatan atau hal-hal yang kurang menguntungkan bagi dirinya serta kemajuannya. Dengan pengalaman punishment diharapkan si anak menjadi jera dan sadar akan kesalahannya yang telah diperbuat, sehingga dia akan berhati-hati dalam bertindak. 
Karena anggota DPR seperti yang dikatakan oleh Gus Dur itu seperti Taman Kanak-kanak, maka sudah seyogyanya adanya hukuman yang tegas bagi anggota yang kerap melanggar nila-nilai Pancasila. Punishment perlu diberlakukan bagi setiap anggota DPR yang bolos saat sidang atau bagi mereka yang meninggalkan ruangan saat rapat berlangsung. Hal ini perlu dilakukan supaya tidak ada lagi rapor merah sekaligus agar memberikan efek jera terhadap si pelaku juga sebagai pembelajaran bagi anggota DPR lainnya.

Jadi, Sila keempat merupakan gambaran umum tentang cara bermusyawarah melalui lembaga-lembaga perwakilan. Namun, anggota dari dewan perwakilan ini kerap melanggar nilai-nilai yang terkandung dalam sila keempat. Seperti, tidur saat rapat, membanting meja, memukul karena berbeda pendapat dan lain-lain. Sebagai solusinya adalah anggota DPR harusnya kembali mempelajari pendidikan Pancasila secara mendalam, menghargai perbedaan pendapat, kepentingan rakyat didahulukan dan memberikan punishment sebagai langkah untuk lebih baik.

No comments