Indonesia Sebagai Negara Hukum Sedang Diuji: Kasus Anak Tukang Sate


Seringkali kita mendengar dan membaca bahwa Indonesia adalah Negara hukum. Semua orang harus tunduk pada hukum dan hukum tidak boleh tunduk pada segelintir orang. Pandangan ini dikuatkan dalam sila kedua, yaitu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia juga dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke-3 yang mempertegas bahwa Indonesia adalah negara hukum.

Apa itu Negara hukum ?

Menurut Mustafa Kamal Pasha “Dalam negara hukum, kekuasaan menjalankan pemerintahan berdasarkan supremasi hukum dan bertujuan untuk menjalankan ketertiban hukum.” Menurut Jimly Asshiddiqie menyatakan bahwa “negara hukum adalah unik, sebab negara hendak dipahami sebagai suatu konsep hukum. Dikatakan sebagai konsep yang unik karena tidak ada konsep lain. Dalam negara hukum nantinya akan terdapat satu kesatuan sistem hukum yang berpuncak pada konstitusi atau undang-undang dasar.”

Nah, Ketika saya membaca berita harian online di yang menyebutkan ada seorang anak tukang sate bernama Muhammad Arsyad ditangkap polisi gara-gara mengkritik Pak Jokowi. Alasan dia ditangkap karena melanggar UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) dan UU Pornografi yang ditetapkan dengan pasal berlapis yaitu Pasal 310 dan 311 KUHP, Pasal 156 dan 157 KUHP, Pasal 27, 45, 32, 35, 36, 51 UU ITE. Lihat beritanya disini

Disinilah Indonesia sebagai negara hukum diuji. Memang, tidak bisa dipungkiri bahwa selain Negara hukum, Negara Indonesia juga sebagai Negara yang menjunjung tinggi demokrasi. Indonesia adalah negara demokrasi jelas-jelas disebut di dalam UUD 45, yakni di dalam pasal 1 ayat 2 yang berbunyi: “Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Artinya, setiap orang boleh menyatakan pendapat, gagasan, bebas berargumen yang dilindungi oleh hukum.

Namun, kita jangan latah hanya karena ada kebebasan berargumen maka seenak dewek kita menilai seseorang lalu menyebarkannya. Bebas ada batasnya Seperti lirik lagu slank yang berjudul ‘Ngindonesia’ dikatakan bahwa “Kita bebas, tapi bebas yang Pancasila. Kita bebas, tapi bebas yang  beragama. Kita bebas, tapi bebas yang manusiawi”.

Maksudnya, kita bebas menilai seseorang, kita bebas memandang seseorang, kita bebas berkata ini dan itu, kita bebas berkata anda keliru, kurang tepat, tidak setuju, harusnya tidak seperti itu dan beragam ekspresi kebebasan. Akan tetapi harus ingat! Selama kita bebas, ada kebebasan orang lain juga. Artinya, kebebasan itu jangan menghalangi kebebasan orang lain.

Selama kebebasan pendapat itu berdasarkan hasil riset, survey, analisis dan bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan tidak melakukan pencemaran nama baik, maka sah-sah saja. Kita tau bahwa Pak Amien Rais pernah mengatakan bahwa Jokowi itu kurang rasa nasionalismenya. Nah, sampai saat ini Pak Amien Rais tidak ditangkap atau dijebloskan ke penjara karena kritiknya. Mengapa ? karena kritikannya berdasarkan analisisnya.

Kaitannya dengan pelaku pencemaran nama baik yang dilakukan oleh Muhammad di social media. karena melanggar melanggar UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) dan UU Pornografi yang ditetapkan dengan pasal berlapis yaitu Pasal 310 dan 311 KUHP, Pasal 156 dan 157 KUHP, Pasal 27, 45, 32, 35, 36, 51 UU ITE. Pendapat saya adalah hukumlah dengan proses hukum.

Mau anak kaya, anak miskin, anak Presiden, anak mantan Menteri Perekonomian, anak pejabat, anak tukang bakso, tukang cendol maupun tukang sate pun! Selama dia melanggar hukum, maka proseslah secara hukum karena kita adalah Negara hukum. Jika kita masih mau konsisten dan masih ingin disebut sebagai Negara hukum, maka haruslah tunduk pada hukum.

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa hukum kita seperti pisau yang tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Hukum hanya ‘melek’ pada kelas bawah dan buta pada kelas atas. Namun, ketika mendengar pepatah itu jangan sampai mempunyai pandangan bahwa kelas bawah harus bebas dari hukum. Tidak bisa begitu. Hukum harus tegak bagaimana pun juga!

Selalu ada banyak alasan untuk para kelas bawah yang tidak mau untuk dihukum dengan alasan “tuh koruptor juga hukumannya enak..” dan lain sebagainya. Oke, mereka bisa iri kepada para koruptor, oke mereka bisa memutar balikan, namun jika terus begini, artinya membebaskan mereka dengan alasan miskin maka yang terjadi adalah Indonesia sebagai Negara hukum dipertanyakan ketegasannya dan kehilangan kewibawaannya!
Artikel yang singkat ini saya hanya ingin mengatakan “INDONESIA SEBAGAI NEGARA HUKUM SEDANG DIUJI!”
            


No comments