Trump: Make America Great Again atau Make “Allahu Akbar” Again ?


Whatever is Western is anti-Islamic. Islam has nothing in common with the West.” – Tariq Ramadan

Barat dan Islam merupakan dua peradaban besar dan penting yang eksis di muka bumi saat ini. Dua  peradaban  ini  telah  melakukan interaksi dalam situasi pahit dan manis selama sekian abad. Interaksi keduanya banyak diwarnai oleh proses saling memberi dan  menerima, namun di samping itu antara keduanya juga pernah terjadi konflik dan benturan.

Adanya ketidakharmonisan antara Barat dan Islam begitu kompleks, tapi menurut saya yang paling fundamental adalah, karena keduanya masih memegang teguh ekslusivitas, tidak mau membuka diri terhadap apapun yang bukan berasal “kelompoknya.” Bagi Islam, misalnya, Barat seringkali dipandang sebagai gerakan yang berusaha mendiskreditkan dunia Islam. Begitu juga dengan dunia Barat yang memandang Islam sebagai ancaman yang serius.  

Semua orang mengharapkan keduanya kembali harmonis: tidak ada penindasan dan tidak ada pertumpahan darah. Namun, hubungan Islam dan Barat akan semakin buruk apabila Amerika Serikat dipimpin oleh jelmaan Adolf Hitler: Donald John Trump. Hal ini didasari dari fakta yang saya peroleh tentang pernyataan dan sikap Trump dalam beberapa kampanye Pemilihan Presiden Amerika Serikat.

Dalam kampanyenya, Donald Trump menegaskan bahwa seandainya terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat, dia serius menghentikan orang Islam untuk dapat masuk ke Negerinya, baik dari pintu imigrasi darat, laut, maupun udara, ia juga akan melarang mahasiswa bahkan wisatawan muslim yang hendak berwisata kesana. Alasan melarang muslim masuk ke negaranya, Trump melihat pada peristiwa penyerangan Pangkalan Pearl Harbour oleh militer Jepang pada 7 Desember 1941 di bawah kebijakan Presiden Franklin Delano Roosevert. Aneh. Apa hubungannya, Mas Trump ?

Banyak pihak yang mengecam ide gilanya itu, termasuk dari White House yang menegaskan bahwa pernyataan Donald Trump bukanlah representasi dari kebijakan Amerika Serikat. Namun seolah “menantang” Gedung Putih, Trump, ketika ia berkampanye di Mount Pleasant, dengan mulut yang sulit untuk disimetriskan, menegaskan bahwa ia samasekali tidak peduli dengan berbagai ancaman itu, sebab tekadnya sudah bulat dan tidak bisa diganggu gugat.

Dalam sebuah interview dengan wartawan CNN, Anderson Cooper, yang bertanya kepada Trump tentang agama apa yang sedang berperang dengan Barat, Trump menjawab dengan mantap “I think Islam hates us.” Katanya lirih.

Selain pernyataan yang memang menyulut emosi bagi para pendengarnya, Donald Trump juga pernah mengusir seorang muslimah yang bernama Rose Hamid ketika mengadiri kampanyenya di South Carolina. Ia datang ke kampanye Trump tidak lain karena sedang melakukan protes dalam diam. Dengan mengenakan jilbab putih dan T-shirt biru yang dibuat anaknya bertuliskan "Salam, I come in peace", secara na’as Rose Hamid malah diusir bahkan dicemooh oleh para pendukung Trump dengan mengatakan “Dia memiliki bom.”

Usai kejadian itu Rose Hamid pun diwawancarai oleh Mehdi Hasan, ia mengatakan "There is definitely an anti-Islamic movement in America ... which is demonising Muslims." Ada gerakan anti Islam di Amerika.

Donald Trump memang menjadikan kontroversi sebagai strategi kampanyenya dalam mendulang suara. Kemungkinan besar hal ini— seperti ungkapan Rose Hamid bahwa gerakan anti Islam di Amerika memang cukup besar, sehingga, Trump, yang tidak secerdas Hillary Clinton pun menggunakan jasa keantiannya terhadap Islam sebagai objek jualan. Hal ini sejalan dengan kaidah dasar dalam ilmu berkampanye: Ide gila biasanya sangat cepat menyedot perhatian publik. Nah mungkin itu yang sedang dilakukan oleh Donald “Bebek” Trump, yang mempercayai bahwa elektabilitasnya akan melejit jika membuat pernyataan yang kontroversial.

Bila Adolf Hitler menerapkan fasistem anti Yahudi, maka Donald Trump anti Muslim. Namun Trump, tentu saja, mempunyai nilai lebih dari leluhurnya, Hitler, sebab, Trump bisa saja tidak segan-segan mengeluarkan slogan anti perempuan, jika itu bisa mendongkrak popularitasnya. Trump juga mungkin tidak akan ragu membuat pernyataan kontroversi tentang kaum atheis, jika itu memang bisa melambungkan namanya. Demikianlah sosok Trump yang sebenernya adalah gila akan uang, kekuasaan dan popularitas.

Akan tetapi jika omong kosong Trump yang menebar kebencian itu kebablasan, maka akan membuat tantangan bagi dunia berupa prejudice, intoleransi  kekerasan, dan terorisme semakin berat. Sehingga aksioma yang mengatakan “Beating Trump is beating ISIS” terasa cocok, sebab pada dasarnya gerakan radikalisme dan terorisme dipicu oleh isu-isu sensitive yang dibalut oleh pernyataan-pernyataan berbau kontrovesi. Dengan demikian, menghentikan Trump bisa meringankan suhu gejolak kedengkian antara Islam dan Barat khususnya Amerika Serikat.

Karena itu, setidaknya Trump yang berstatus sebagai calon Presiden di negara yang paling berpengaruh di dunia menjaga omongannya dengan meletakkan kepentingan politik pribadinya dalam konteks kepentingan global jika ingin tetap konsisten di jalur “Make America Great Again..

Eh tapi tunggu dulu.. Dilihat dari cara berpikirnya tentang Islam, jangan-jangan Farhat Abbas-nya Amerika ini menginginkan: Make “Allahu Akbar” Again, ya ? 

2 comments: