Demitologisasi ala Nabi Muhammad


Walaupun menolak ajakan Nabi Muhammad untuk masuk Islam, penguasa Mesir ketika itu, Raja Muqawqis, menghadiahkan dua puluh stel pakaian produk Mesir, seribu mistqal emas, keledai lengkap dengan pelananya, minyak kesturi dan seorang budak perempuan yang bernama Maria Qibtiyah. Hadiah terakhir yang diberikan Raja Muqawqis itu kelak menjadi istri sah Nabi Muhammad.

Maria Qibtiyah merupakan seorang budak dengan paras cantik serta memiliki pengetahuan yang luas. Para ulama masih berselisih pandangan mengenai status keagamaannya, ada yang berpendapat bahwa dia secara otomatis masuk Islam setelah akad, ada pula yang berpendapat bahwa dirinya masih berstatus sebagai kitabiyah. Akan tetapi, informasi paling penting dari kehadiran Maria Qibtiyah di sisi Nabi Muhammad adalah memberinya keturunan anak laki-laki, namanya Ibrahim bin Muhammad.

Beberapa riwayat menyebutkan bahwa Ibrahim lahir pada bulan Dzulhijjah tahun 8 hijriyah, dan sayangnya ia meninggal di usia yang masih sangat belia. Andaikan Ibrahim hidup lebih lama, atau setidaknya sampai di peristiwa diskusi di Saqifah Bani Sa’idah tentang tampuk kepemimpinan sepeninggalan Rasulullah, boleh jadi sekte Syiah tidak akan pernah lahir. Sebab menurut perspektif tata pemerintahan ketika itu, pengangkatan kepemimpinan dapat diteruskan oleh anak laki-lakinya, sehingga dapat dikatakan pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah menyalahi aturan umum masyarakat Jahiliyah.

Kematian satu-satunya putra Rasulullah ini secara kebetulan bertepatan dengan terjadinya gerhana matahari. Dengan maksud mengagungkan Nabi Muhammad, para sahabat menganggap bahwa terjadinya gerhana matahari dikarenakan putra semata wayang Rasulullah itu meninggal dunia. Akan tetapi bukannya menganggukan kepala, Nabi Muhammad justru membantahnya dengan menegaskan bahwa baik gerhana matahari maupun bulan, tidak ada hubungannya dengan kelahiran atau kematian seseorang (HR. Bukhari). Secara manusiawi Rasulullah begitu terpukul dengan kepergian putranya, namun tidak lantas mengait-ngaitkan kejadian gerhana dengan hal-hal yang berbau mitologis.

Matahari dan bulan merupakan benda langit yang akrab dalam pandangan manusia di bumi. Peredaran yang silih berganti dengan begitu teraturnya merupakan ketetapan dari Allah Sang Pencipta alam semesta (QS. Yasin: 40). Dinamisnya gerakan kedua benda yang secara konsisten, pasti, dan teliti itu dapat diukur sehingga diketahui kapan akan terjadinya gerhana (QS. Al-An’am: 96). Karena itu wajar jika tanggapan Rasulullah terhadap sahabat tentang terjadinya gerhana memiliki pesan demitologisasi, yaitu negasi mitologi-mitologi yang tersebar luas di masyarakat.

Demitologi yang ditegaskan oleh Nabi Muhammad tersebut memiliki makna bahwa umat Islam harus melihat fenomena alam dengan berdasarkan ilmu pengetahuan, di samping itu tidak lupa bahwa alam merupakan bagian dari ayat-ayat Allah. Amanat inilah yang dipegang dengan teguh oleh ulama-ulama terdahulu, mereka melakukan demitologisasi dengan tawaran Islamisasi ilmu pengetahuan sebagai solusinya, pada saat yang bersamaan Barat ketika itu masih berkeyakinan bahwa perempuan doyan melakukan praktek heretik.
Wallahu a’lam...

1 comment: