Luthfi Riyadhi Harapan Kita Semua
Selama satu tahun setengah saya dan Akbar satu kamar dengan
Luthfi di pesantren itu, sebuah kamar yang mirip rumah kos sederhana milik HOS Cokroaminoto,
tempat berkumpulnya para revolusioner muda semacam Soekarno, Tan Malaka dan Muso, yang kelak mereka berpisah menemui takdirnya
masing-masing lantaran memegang teguh ideologi yang berbeda-beda. Saya kira hal
seperti itu bakal kembali terjadi di antara saya, Luthfi dan Akbar, menjemput
takdirnya masing-masing.
Entah setan dari jazirah mana yang bisikin
dia, kini Luthfi menjadi aktivis HMI di kampusnya. Mungkin embrio
keaktivisannya sudah lahir sejak ia aktif Pramuka di pesantren itu. Barangkali
perlu kalian ketahui juga, pengetahuannya tentang pramuka sudah mencapai titik
kulminasi. Sehingga Luthfi bisa saja menyebutkan Dasa Darma Pramuka tanpa
melihat teks sambil gosok gigi, atau melafalkan Tri Satya Pramuka Indonesia
sambil makan Indomie Goreng. Puncak karirnya di bidang pramuka adalah
keikutsertaan Luthfi dalam ajang Perkemahan Pramuka Santri Nusantara III di
Batam tahun 2012 silam.
Keaktifannya di Pramuka tentu saja
melahirkan semangat mempengaruhi orang lain yang membuatnya memutuskan untuk
ambil bagian di dalam HMI. Tapi perlu diingat, menurut saya, pandangan Luthfi
dan aktivis lainnya kala melihat realitas akan sama, yaitu dengan kacamata
ketidakadilan. Seakan semua yang terjadi adalah rentetan penindasan yang tak
pernah ada muara damai. Sedemikian apapun rumitnya Negara main matematis dalam
setiap isu pencabutan BBM, posisi HMI akan selalu menolak. Sekritis apapun Ahok
mengkonsep reklamasi di Jakarta, jika dalam posisi sebagai aktivis HMI,
selamanya akan salah. Begitulah hakikatnya mahasiswa, eh tidak, Luthfi bersama HMI
maksudnya.
Siapapun tahu bahwa hukum tanpa adanya semangat
keadilan adalah kejahatan yang dilegalkan. Dan itu lebih bengis daripada
kejahatan itu sendiri. Semoga saja, makna keadilan yang ada di benak
teman-teman HMI tidak semakna dengan kakanda yang sudah sukses di Senayan sana,
sebab bagaimana pun juga bila pergerakan mahasiswa berselingkuh dengan Partai
Politik, maka makna keadilan akan tabu, aksi di mimbar jalanan pun hanya
sebatas panggilan kejiwaan dari kakanda bukan dari jelata, pada akhirnya cerita
kaum komprador menghisap surplus value rakyat kembali menghiasi laman berita
utama kita.
Tapi saya yakin, sangat yakin, Luthfi
Riydahi asal Cimaung, Bandung ini sudah memiliki prinsip keadilannya sendiri
sejak dalam pikiran dan perbuatan. Sebab saya pernah menyaksikan kisah simalakama
dimana Luthfi memberikan solusi alternative yang membuat kepala saya
geleng-geleng takjub macam nonton Goyang Dumang.
Pada saat itu ketika Luthfi menjadi Pengurus
Pesantren periode 2012 ia pernah melakukan kesalahan yang cukup fatal. Kesalahan
yang lantas ia mampu mengambil sikap begitu bijak sehingga membuat saya ingin
sedikit menampar pipi kiri lantaran tidak percaya dengan apa yang saya
saksikan. Luthfi keluar dari kepengurusan pesantren. Dia kalah tapi menang.
Bodoh tapi bijak. Saya kira seorang Setya Novanto dan Fadli Zon perlu belajar
kearifan dan sikap ksatria dari Luthfi Riyadhi asal Cimaung, Bandung ini.
Demikianlah Luthfi yang senantiasa mengorbit
di dalam lingkaran kebajikan, sehingga akselerasi rendah hati yang seringkali ia
tampilkan barangkali bukan hanya isapan jempol belaka. Anda boleh tertawa
ngakak dari mulai bulan Ramadhan sampai Lebaran Haji bila tidak percaya dengan apa
yang saya utarakan. Tapi saya bisa menjamin, zuhudinitas Luthfi Riyadhi sudah
mencapai maqam yang paling tinggi, yang menurut Dzun Nun al Mishri dalam Da'irat Al-Ma'rifah Al-Islamiyat, akan
memandang sesuatu tidak ada artinya yang berarti hanyalah Allah semata.
Ketika kami nonton Persib di stadion
Siliwangi, misalnya, Luthfi menjadi investor utama yang mengayomi santri-santri
urakan macam saya dan beberapa teman lainnya. Pada saat itu Luthfi seakan
menjelma menjadi manusia ahli shadaqah yang seringkali diceritakan oleh Papah
Ustadz Yusuf Mansur, lantaran hampir setengah dari biaya kami nonton Persib
berasal dari dompet Luthfi.
Puncak zuhudinitas Luthfi Riyadhi diuji
kekuatannya saat kami hendak pulang seusai nonton Persib kemudian dicegat oleh
segerombolan pemuda mabuk yang mencoba untuk menjarah barang-barang kami. Beruntungnya
harta benda saya tidak terlalu ludes habis karena memang tidak membawa apa pun.
Akan tetapi sialnya, barang-barang Luthfi mulai dari jaket baseball mahal merk
Skaters, jam tangan yang seharga kulkas dua pintu, syal Persib yang mempunyai
nilai batin tinggi dan beberapa ratus ribu uang dilahap habis oleh si bangsat penjarah
itu.
Tapi apakah Luthfi menangisi kepergian
perhiasan duniawi itu tadi ? tidak, tidak sama sekali. Ia ikhlas dan menerimanya
dengan lapang dada. Keikhlasan yang terpancar dari jidatnya membuat saya ingin
mengeluarkan fatwa bahwa air mata Luthfi Riyadhi bisa dijadikan sebagai air
wudhu alternative dalam setiap kali hendak shalat. Dan mungkin bisa jadi kadar
sakralnya setara dengan air Zam-zam.
Hal inilah yang membuat saya ingin menangis
selaknat mungkin. Izinkanlah saya meminjam istilah dalam prosa terkenal Julia
Perez, saya ingin menangis sampai tumpeh-tumpeh. Anda perlu tahu bahwa tak
mudah mencari suara yang orisinil di tengah orang-orang yang berteriak. Oleh sebab itu, saya tidak tahu mengapa Luthfi selalu menjadi lumbung
harapan di pesantren itu. Kami tidak punya uang, misalnya, larinya ke Luthfi.
Stok baju saya habis, larinya ke Luthfi. Sampai sempak biru dongker saya habis,
larinya ke Luthfi.
Bila tidak keberatan untuk merevisi sampul depan Majalah TIME edisi 27
Oktober 2014 dengan judul ‘A New Hope’ yang menampilkan sosok Jokowi dalam
balutan kemeja batik—meninggalkan kesan rileks yang kerap terekam lewat
foto-foto dari pemburu berita, saya mohon kepada Erik
Hodgins, Pimpinan Redaktur TIME, untuk mengubah cover itu dengan wajah
lusuh Luthfi Riyadhi. Sebab Luthfi mampu mengejawantahkan harapan itu sementara
Jokowi hanya melahirkan deretan kekecewaan.

Permisi. Dapat dari socmed saya masuk ke bloig anda,
ReplyDeleteternmyata postingan-postingannya cukup menarik dan banyak konten-konten yang sangatlah banyak manfaatnya untuk saya.
Numpang izin memfollow dan sharing tulisan ke sosmed saya
ya sekaligus biar blog anda semakin banyak visitornya.
Haapan saya agar di tambah tulisan baru terus ya
blognya.Terima Kasih, Salam
Iya, salam. Terimakasih telah sudi berkunjung :)
Delete