Dilema



Dalam hidup selalu ada momen dilema untuk memilih salah satu tindakan, termasuk memilih menghadiri pernikahan ponakan saya Dian, atau tunduk pada rotasi pekerjaan. Dalam keadaan dilema itu, melalui berbagai pertimbangan yang mendalam, saya memilih untuk tetap di Jogja, tidak pulang menyaksikan Agni mengucap ijab qabul pada Dian.

Jujur saja, saya tidak pernah merasa dilema untuk urusan golput atau tidak, pilih Jokowi atau Prabowo. Bagi saya persoalan demikian sungguh receh dan remeh-temeh. Namun ketika Anda dihadapkan pada pilihan untuk memilih menghadiri pernikahan keluarga, atau pekerjaan, dilema itu terasa kuat. Bahkan dalam beberapa hal terasa sangat menyiksa.

Barangkali apa yang saya rasakan itu adalah efek dari quarter life crisis, di mana orang yang berusia 20 tahun ke atas menghadapi fase perubahan signifikan dalam hidupnya.  Di usia seperti ini, ada banyak keputusan yang harus diambil, sebagai konsekuensinya, ada banyak urusan yang harus dikorbankan.

Tapi tenang saja, walau secara fisik saya tidak hadir di upacara sakral itu, secara pikiran sepenuhnya saya berada di altar tempat Dian dan Agni duduk berdua. Membayangkan betapa bahagianya keponakan saya dipinang oleh lelaki yang masyhur akan kesantunannya.

Dalam keadaan bahagia bercampur sedih itu, saya mendokan mereka berdua semoga menjadi pasangan suami istri yang bahagia, kekal, tahan banting, dan tetap keren. Mungkin doa itu sebagai harapan sekaligus ucapan maaf karena harus mengambil sikap yang amat sulit.

Panjang umur!

No comments