Self Reliance dan 'Uzlah
Hampir
setiap hari saya nonton video-video menarik di channel My Self Reliance. Sebagaimana
namanya, isi video itu secara konsisten menanyangkan seorang bapak-bapak paruh
baya hidup seorang diri di tengah hutan bersama anjing setianya. Tidak tahu
persis mengapa si bapak itu memutuskan untuk “nyufi” di sebuah kabin yang ia
bangun sendiri, tapi kalau boleh menebak sepertinya dia hanya ingin berjarak
dengan hingar-bingar sosial masyarakat.
Setiap
hari dia mencari kayu bakar untuk berbagai keperluan seperti menghangatkan
tubuhnya dari serangan kabut dingin bahkan badai salju-salju yang tebal. Kayu
bakar juga ia manfaatkan untuk memasak beberapa potongan daging, dan memanaskan
air untuk menyeduh teh dan kopi. Perlengkapan makanan berserta peralatan dapur yang
ia bawa mendekati sempurna, tapi sedikit saya sayangkan: si bapak itu tak
membawa pop mie dan indomie rasa soto, dua kuliner kebanggaan Nusantara.
Hidup
menyendiri di tengah hutan dengan kabut tebal seperti itu mungkin dirindukan
oleh orang yang mulai bosan dengan rutinitas perkotaan yang serba kaku oleh berbagai
tuntutan administrasi, dan serba bau pesing oleh asap-asap transportasi.
Dalam
konteks Islam, apa yang dilakukan oleh si bapak yang memutuskan untuk menjauhi
keramaian itu bisa disebut dengan ‘uzlah. Aktivitas ini biasanya dilakukan oleh
sufi dengan maksud menjaga kestabilan hati agar tidak terpengaruh dorongan hawa
nafsu, sebab al-Quran menyatakan bahwa al-nafs
selalu memiliki kecenderungan pada kejahatan, inna al‐nafsa la-ammaaratun bi al-suu’ (QS. Yusuf: 53). Salah
seorang ulama yang pernah melakukan kegiatan ini adalah Imam al-Ghazali dan
Mulla Sadra.
Setelah
saya menonton hampir semua konten video yang ada di channel My Self Reliance,
dan menemukan legitimasinya dalam konteks Islam, sesekali saya pernah
membayangkan untuk hidup di sebuah kabin kecil di tengah hutan, bukan hanya untuk
tazkiyat al-nafs tapi juga sambil
membawa buku-buku yang dulu pernah dijanjikan akan khatam namun tak kunjung jua.
Dalam bayangan saya kegiatan seperti itu menarik sekali.
Hehehe,
tapi biarlah hanya bayangan saja. Hidup menyendiri di tengah hutan seperti itu
mungkin mengasyikan untuk beberapa hari saja, setelah masa mengasyikan itu habis,
selanjutnya akan jadi teror bila persediaan dan kemampuan mengolah makanan sangat
minim. Jangan ada lagi kisah seperti Christopher
McCandless yang mati konyol karena kelaparan setelah memutuskan untuk
mengasingkan diri dari masyarakat dan hidup di alam bebas Alaska.
Uzlah
dalam konteks Islam tidak harus mengasingkan diri secara dzahir, karena secara
bathini lebih afdhal. Begitu kata Aa Gym.
Post a Comment