Seruan Santri Google: “Islamisasi Media Sosial!”



Penting untuk diketahui sebelumnya, para ulama Islam utamanya ahli hadits, menjadi pionir lahirnya etika jurnalisme, jauh sebelum kata “jurnalisme” itu sendiri muncul pada abad ke 18 di Prancis. Belum pernah ada sebuah narasi yang mengupas jalur informasi, biografi informan, dan kodifikasi informasi sedemikian terperinci, dan teruji keakuratannya hingga belasan abad kecuali ilmu hadis.

Karenanya pesan moril dari apa yang telah ditorehkan oleh Imam Bukhari, Muslim, Daud, Tirmidzi dan ulama-ulama lainnya adalah mereka tidak terlalu mudah menshahihkan dan mendhaifkan sebuah informasi, tanpa penelaahan terlebih dahulu terhadap konten, maupun penyebar. Jika menemui hasil buntu, maka lakukanlah seperti yang sering dilakukan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah: Tawaquf, mendiamkan!

Warisan para ulama hadits ini patut kita pertahankan, terlebih di zaman sekarang ini, di mana satu peristiwa saja dapat dengan mudah ditarik kemanapun menjadi kajian yang multi-intrepretable demi kepentingan politis yang fana. Nah, lantaran satu musibah dapat menjadi ladang kampanye yang menggiurkan, atau terkadang menjadi alat subversif kepada pemerintah, maka Islamisasi social media terasa begitu penting.

Islamisasi atau mengislamkan media social dalam uraian singkat ini tak bermaksud agar lebih banyak menggunakan kata “Insya Allah” pada setiap janji, bukan pula mengajak antum-antum sekalian ke surga hanya dengan cara ketik “aamiin” dan bagikan jangan berhenti di kamu. Jangan pula diartikan Islamisasi sosial media sebagai ajang kampanye nikah-muda-tanpa-pacaran, atau seruan hijrah bagi ukhy-ukhty yang urung berhijab.

Karena social media memberikan akses informasi, serta kabar yang tersebar seringkali kelewat bebas, maka Islamisasi media social yang dimaksud penulis adalah satu langkah menjadi “fact checker” sebagaimana para ahli hadits tadi, agar ketika ada pernyataan, klaim, argumentasi, data, atau berita yang sifatnya share-able, kita memastikan akurasi kebenaran terlebih dahulu dari fakta-fakta yang terdapat di dalam sebuah konten (matan), informan (rawi), dan jalur informasi (sanad).

Dengan kata lain, Islamisasi media social adalah mengimplementasikan karakter dan semangat Islam dalam bersinggungan dengan informasi, sebagaimana ahli hadis yang kritis terhadap segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad. Persoalan ini perlu kita perhatikan agar hoax tidak mendapat tempat di benak ibu-ibu dan bapak-bapak sekalian.

No comments