Workshop Fikih Difabel Muhammadiyah



Penyandang difabel dalam percakapan sehari-hari disebut sebagai orang cacat, dianggap sebagai warga masyarakat yang tidak produktif, diperlakukan seperti manusia yang tidak dapat berbuat apa-apa, sehingga hak-haknya kadang diabaikan oleh masyarakat umum. Hak seperti mendapat pekerjaan, pendidikan yang layak, hak untuk terlibat dalam politik praktis dan sebagainya, sulit mereka dapatkan.

Selain dari negara, tentu persoalan difabel ini juga butuh respon dari fikih. Dalam hal ini fikih bertugas untuk mengurai bagaimana cara mengaktualisasikan perannya bagi penyandang disabilitas. Mengingat fikih juga mempunyai peran dalam merespons segala permasalahan yang dihadapi umat manusia sebagai mukallaf. Dengan fikih, persoalan-persoalan difabel diharapkan akan menemukan titik mashlahat antara idealisme hukum dengan realitas sosial.

Para ulama dulu telah memberikan perhatian cukup serius terhadap difabel dengan caranya masing-masing sesuai dengan kondisi ruang dan waktu. Ulama-ulama Utsmani, misalnya, mereka telah berusaha memikirkan sedemikian dalam bagaimana agar hak-hak difabel—seperti menikah, cerai, dan shalat—dapat terpenuhi secara adil.  

Misalnya tentang perceraian. Dalam nomenklatur fikih klasik, perceraian dianggap sah apabila diucapkan dengan lisan. Tetapi bagi penyandang tuna wicara, menurut ulama-ulama Hanafi, perceraian boleh dituliskan dalam secarik kertas. Penulisan dianggap lebih tepat dan akurat daripada isyarat, dan keempat mazhab hukum itu beralasan bahwa ambiguitas, dan risiko salah tafsir yang menyertainya, sedemikian penting harus diminimalkan semaksimal mungkin. Namun, jika yang tuna wicara tidak tahu cara menulis, maka isyarat merupakan pengganti yang dapat diterima selain pernyataan lisan atau tertulis.

Semangat pemenuhan hak para penyandang difabel oleh para ulama klasik perlu kita teruskan walaupun tantangan dan problematika yang melingkupinya berbeda. Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih bekerjasama dengan Majelis Pemberdayaan Masyarakat akan menyelenggarakan Workshop Fikih Difabel sebagai bentuk kepedulian dan keberpihakan Muhammadiyah terhadap para penyandang difabel yang kadang hak-haknya kurang terpenuhi secara maksimal. Melalui workshop ini harapannya segala problematika difabel dan solusi yang ditawarkan dapat terangkum secara menyeluruh, yang nantinya menjadi sebuah buku pedoman, baik pedoman ibadah maupun muamalah atau amalan-amalan praktis lainnya.

No comments