Andaikan KH.Ahmad Dahlan Mempunyai Karya Tulis
Assalamualaikum Wr Wb. Kalian pernah berpikir bagaimana jika pendiri Muhammadiayah, KH. Ahmad Dahlan mempunyai sebuah karya tulis ? ini jawabannya :)
Pendiri Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan |
Hampir semua tokoh
besar dan paling berpengaruh di dunia membuat sebuah karya tulis untuk
mengamalkan ilmu dan pemikirannya kepada orang lain. Mereka tidak ingin ilmu dan pemikirannya hanya
dimiliki oleh dirinya sendiri, sehingga jalan keluarnya adalah dengan membuat
karya tulis.
Tentunya kita
semua sangat mengenal Aristoteles (384-322 SM) yang menulis sebuah buku dengan
judul “Etika Nikomakheia”. Pemikirannya itu disumbangkan bukan hanya lewat
dialog-diaolog di Akademi Plato, akan tetapi beliau juga menyumbangkan
pemikirannya melalui sebuah tulisan. Menurut Michael Hart dalam bukunya 100 orang
paling berpengaruh di dunia, ia
mengatakan “tercatat 47 karyanya berhasil diselamatkan, dan daftar tempo dulu
mengenai karyanya mencantumkan tidak kurang
dari 170 judul”. Kemudian, karena pemikirannya yang begitu hebat, maka
orang yang mengikutinya disebut Aristotelian.
Selain Aristoteles yang membuat karya tulis untuk menyampaikan
pemikirannya, Karl Marx pun demikian. Bapak Komunis ini membuat sebuah karya
yang berjudul “Das Kapital”. Dia menyampaikan pemikirannya melalui buku itu
yang isinya berupa kritikan terhadap sistem Kapitalisme. Menurutnya, Kemiskinan
yang terjadi akibat kapitalisme bukanlah kemiskinan alamiah, tetapi karena
diciptakan oleh kapitalisme itu sendiri, pengangguran dan kemiskinan merupakan
nilai surplus bagi kapitalis dan wajib ada untuk memenuhi keperluan penyediaan
buruh murah, sehingga keuntungan tetap berada di tangan kapitalis atau kaum
borjuis.
Karya Marx yang sangat mengagumkannya ini dapat mempengaruhi banyak
orang termasuk Lenin, Stalin, Che Guevara hingga Ir.Soekarno. Sehingga munculah
sebuah kelompok orang yang mengikuti pemikiran Karl Marx, mereka menyebutnya
Marxist.
Karl Marx menulis karya karena mempunyai gagasan yang menurutnya
paling tepat dalam bidang ekonomi politik, Charles Darwin juga mempunyai sebuah
pemikiran yang menurutnya benar dalam bidang ilmu biologi. Dia menulis buku
“The Origin of Species”. Pemikiran Darwin yang tertuang dalam buku itu pada
intinya menjelaskan tentang nenek moyang manusia itu berasal dari kera, dia
menolak teori penciptaan karena adanya seleksi alam. Oleh karena itu, ada
sebagian orang yang mengamininya dan menjadi pengikut setia dari pemikiran
Darwin, mereka dikenal dengan sebutan Darwinisme.
Tokoh-tokoh
Islam pada era klasik pun sama demikiannya dengan tokoh-tokoh besar dunia yang
membuat sebuah karya untuk menyumbangkan gagasan, pemikiran dan ilmu tentunya. Seperti
halnya Imam Syafi’i yang menulis kitab tentang ushul fiqh dengan judul “Ar
Risalah”. Karena beliau mempunyai pemikiran yang cemerlang dalam masalah
hukum-hukum Islam, yang disusun begitu sistematik dalam bukunya itu. Dengan
lahirnya kitab Ar Risalah ini, fase awal perkembangan ushul fiqh pun bermula.
Kitab ini menjadi rujukan utama bagi ahli ushul di masa-masa seterusnya.
Gagasan dan ide cemerlang dari Imam Syafi’i membuat semua orang terkagum,
karena kehebatannya dalam mencari, menyusun dan menggali hukum-hukum Islam maka
ada sekelompok orang menamainya sebagai “Syafi’iyyah” atau pengikut Imam
Syafi’i.
Seterusnya, mungkin
buku dengan judul “Incoherence of the Philosophers” sudah tidak asing lagi di
telinga kita yang merupakan kritikan Al Ghazali kepada para filosof karena
telah dianggap menyimpang dari ajaran Agama. Beliau mengkritik keras kepada
para filosof bukan dengan jalan kekerasan namun dengan tulisan.
Karena karya
tulis yang fenomenal dan sangat berpengaruh dari sang Hujjatul Islam itu, maka
seseorang yang bernama Ibnu Rusyd terketuk hatinya dan sesegera mungkin
mengkrtik balik Imam Al Ghazali dalam bukunya “Incoherence of the Incoherence”.
Dia menganggap Imam Al Ghazali telah salah sangka terhadap para filosof. Menurut
Hamid Fahmy Zarkasyi “Pemikiran Ibnu rusyd menjadi populer di Barat karena gagasan
integrasi filsafat dan agamanya. Sejak diterjemahkan tahun 1230, pemikirannya
tersebar luas di Eropa dan diterapkan di gereja-gereja, sehingga menjadi
gerakan Averroisme”.
Perang
pemikiran antara Imam Al Ghazali dan Ibnu Rusyd melahirkan sebuah kalimat yang
cukup menggelitik dari kalangan orientalis “Pemikiran Ibnu Rusyd diambil Barat
sehingga Barat menjadi maju, sedang pemikiran Al Ghazali dibawa ke Timur dan
karena itu Timur mundur”. Kesimpulan ini tidak jelas siapa yang mula-mula
menyebarkannya. Namun, ini membuktikan bahwa sebuah tulisan mempunyai peran
yang sangat berpengaruh dalam mempengaruhi seseorang.
Akan tetapi, ada
sebagian dari tokoh besar yang sangat berpengaruh di dunia tidak membuat sebuah
karya tulis. Seperti yang kita ketahui, Socrates (470-399 SM) seorang filosof
yang sangat berpengaruh pada peletakan dasar pemikiran Eropa, beliau menciptakan sebuah gagasan yang membangun
peradaban Athena dengan kata bijaknya yang cukup terkenal “Hanya satu yang aku
tau, bahwa aku tidak tau”. Kalimat itu menjadi semacam spirit bagi para pemuda
athena agar terus belajar dan mencari ilmu. Yang menarik dari Socrates ini
adalah beliau tidak menulis sebaris kalimat pun. Akan tetapi, sumbangan
pemikirannya luar bisa besar bagi pemikiran Eropa dan itu sama sekali bukan
karena cara kematiannya yang dramatis.
Bukan hanya
seorang Socrates saja yang mempunyai pengaruh besar namun tidak punya karya
tulis, Nabi Muhammad SAW pun demikian. Meskipun Beliau tidak membuat karya
tulis, namun pemikirannya terus dikenang, diperbincangkan, ditelaah, diteliti
dan didiskusikan oleh semua orang, pengaruhnya pun luar biasa besar bagi dunia
ini sehingga Thomas Carlyle dengan senang hati mengatakan “Jika kita melihat
dari tolak ukur kepahlawanan, seharusnya pahlawan teragung itu Muhammad SAW”.
Secara tidak langsung, perkataan dari Thomas Carlyle ini menjadi semacam bukti
bahwa Rasullah SAW tanpa membuat sebuah karya tulis bisa membuat masyarakat
Arab yang tadinya menyembah patung menjadi penyembah Tuhan yang maha Esa,
menjadikan masyarakat Arab lebih bermoral dan berpendidikan dalam tempo 22
tahun.
Nabi Muhammad dan Socrates adalah bukti bahwa
sebuah karya tulis tidak selalu mempengaruhi pemikiran seseorang. Meskipun
keduanya tidak menulis, namun pengaruhnya sangat besar – sampai sekarang—
bahkan mungkin melebihi orang-orang yang mempunyai karya tulis. Hal seperti ini
pun senada pada diri KH. Ahmad Dahlan. Seorang
yang lahir di Yogyakarta pada tanggal 1 Agustus 1868 itu memiliki nama
kecil Muhammad Darwis. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang yang
keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali anak bungsunya.
Memang, KH. Ahmad
Dahlan tidak mempunyai karya tulis sebagaimana tokoh-tokoh besar dunia yang
sangat berpengaruh. Baginya, Agama Islam tidak akan membumi dan dijadikan pandangan
hidup pemeluknya, kecuali dipraktekan. Seperti yang kita ketahui, betapa
bagusnya sebuah karya tulis, gagasan, pemikiran dan program, jika tidak
dipraktekan, maka semuanya itu tidak akan berguna sama sekali.
Besar
kemungkinan, KH. Ahmad Dahlan tidak mempunyai waktu untuk menuliskan
pemikirannya ke dalam kertas putih karena kesibukannya sebagai Ulama yang harus
setiap saat mengayomi umatnya sekaligus sebagai anggota pergerakan dalam
organisasi Boedi Oetomo. Akan tetapi, meskipun tidak mempunyai karya tulis,
nama KH. Ahmad Dahlan mempunyai pengaruhnya sampai ke pelosok nusantara dari
sabang samapai merauke. Hampir, setiap insan yang bernapas di bumi pertiwi ini
mengetahui secara garis besar sosok sang pembaharu Islam di Indonesia ini.
Melalui Muhammadiyah-nya,
KH. Ahmad Dahlan mengajak kepada seluruh umat Islam untuk kembali pada ajaran
Islam yang diambil dari sumber aslinya yaitu Al Quran dan As Sunah, mengahapus
segala macam bentuk tahayul, bid’ah dan khuraffat, memurnikan Tauhid, membuka
kembali pintu ijtihad dan menghapus belenggu taqlid buta yang menjadi biang
keladi dari kemunduran dunia Islam.
Pengaruh yang
begitu besar dari pendiri Muhammadiyah ini, membuat penulis penasaran. Ketika
penulis mengikuti mata kuliah Ke-Muhammadiyah-an bersama Ustadz Muchlas Abror
di Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM), yang pada saat itu menjelaskan
tentang sepak terjang KH. Ahmad Dahlan dalam usahanya mendirikan Muhammadiyah,
penulis lantas bertanya “Mengapa KH. Ahmad Dahlan tidak membuat sebuah karya tulis
?”
Jawaban dari
Ustadz Muchlas Abror lantas penulis simpulkan menjadi dua bagian. Pertama dari
sudut pandang positif dan kedua dari sudut pandang negatif.
Dari sudut pandang positif
Dari sudut
pandang ini, tentu tidak sedikit. Salah satunya, apabila KH. Ahmad Dahlan
membuat karya tulis, maka seseorang akan lebih mudah mendapatkan point penting
dari pokok pemikiran KH. Ahmad Dahlan ketika melakukan sebuah penelitan ilmiah.
Inilah problem yang selalu menghantui setiap mahasiswa yang ingin melakukan sebuah
penelitian tentang Beliau.
Sebagai contoh,
penelitian tentang konsep pendidikan KH. Ahmad Dahlan. Ia akan mendapatkan
kesulitan dalam melakukan analisa karena tidak ada karya baku yang beliau
tuliskan tentang pendidikan untuk generasi selanjutnya. Seperti yang kita
ketahui, ide beliau tentang pendidikan yang memadukan pendidikan model Barat
dan Islam sangat besar resikonya, karena bila perpaduannya tidak seimbang maka
akan menghasilkan out put yang tanggung.
Selain memudahkan
dalam penelitan, karya KH. Ahmad Dahlan itu akan menjadi karya yang monumental serta
menambahkan khazanah pemikiran ulama Islam di Indonesia diera penjajahan.
Kedua dari sudut pandang negatif
Pertama, karya
KH. Ahmad Dahlan itu akan menjadi pedoman atau semacam ‘jimat’ bagi warga
Muhammadiyah selain Al Quran dan As Sunah.
Kedua, secara
tidak langsung, pemikiran warga Muhammadiyah akan beranggapan bahwa pintu
ijtihad telah tertutup karena adanya karya tulis dari sang pendirinya. Hal ini
bisa kita lihat dari sejarah kemunduran dunia Islam, yang salah satunya adalah adanya
sikap memutlakan semua pendapat para imam mujtahid yang menyebabkan tertutupnya
ijtihad, seperti memutlakan pendapat Imam Madzhab. Padahal, pada hakikatnya mereka
sebagai manusia biasa tidak maksum. Sehingga Muhammadiyah tidak akan
berkembang karena hanya terfokus pada karya tulis KH. Ahmad Dahlan yang menjadi
rujukan, padahal zaman terus berubah dari waktu ke waktu.
Ketiga, seperti
yang telah disinggung diatas, KH. Ahmad Dahlan lebih mengutamakan praktek
langsung ke lapangan untuk membumikan Agama Islam. Karena praktek lebih penting
daripada konsep atau program. Ada konsep namun tidak ada praktek hanyalah
kesia-sian.
Keempat, karya
KH. Ahmad Dahlan itu akan menciptakan sebuah paham baru yang mengatasnamakan
dirinya sendiri. Kemungkinan, paham itu mempunyai nama Dahlanian seperti halnya
Aristotelian atau menjadi Dahlanisme seperti halnya Darwinisme dan Averroisme
atau Dahlanist seperti halnya Marxist atau mungkin akan ada paham Dahlaniyyah
seperti halnya Syafi’iyyah. Sehingga, apabila paham-paham itu lahir yang
mengatasnamakan dirinya, maka ruh untuk berjuang didalam organisasi
Muhammadiyah yang bersifat universal dan sosial akan dikalahkan oleh paham itu
yang bersifat individu.
Itulah, jawaban secara ringkasnya mengenai ada atau tidak
adanya sebuah karya dari KH. Ahmad Dahlan. Beliau tidak meninggalkan sebaris
kalimat pun untuk generasi selanjutnya, akan tetapi pengaruh atas jasa
pemikirannya dalam pembaharuan Islam di Indonesia masih terasa sampai sekarang.
Bahkan, namanya lebih sering terdengar dengan nyaring setelah Beliau
meninggalkan dunia ini.
Kesimpulan dari
penulis adalah beliau tidak mendahulukan konsep ataupun program akan tetapi
tindakan nyata. Oleh karena itu, sesorang akan mengetahui point utama dari
pemikiran beliau bukan dari tulisannya melainkan dari perbuatannya.
Yang tepat alasan ke-3 mengapa KH Ahmad Dahlan tidak memiliki karya ilmiyah. Sebab alasan 1, 2, 4 itu hanya pendapat penulis, bukan alasan ybs. Ma'af, tks.
ReplyDelete