Nuriel Rajab dan Sempak Biru Dongker yang Hilang
Jika anda pernah membaca tulisan lama dari Niccolo Machiavelli
dalam The Prince, atau pernah
menonton film kolosal semacam Braveheart
yang menceritakan perjuangan kemerdekaan Skotlandia dari pasukan Inggris, maka
saya bisa memastikan anda orang yang kurang kerjaan, hanya buang-buang waktu.
Hal ini sama dengan saya yang membuang-buang waktu di pesantren itu bersama
manusia paling gila akan malas setelah Nobita dan Shincan: Nuriel Rajab.
Yaa soalnya ada banyak emosi, kata-kata, kemurungan, cerita-cerita
sampah dan kegalauan yang mubazir yang telah saya lalui dengannya.
Nuriel Rajab adalah sahabat saya yang paling sukar untuk
ditelaah corak pemikirannya. Hal ini mungkin tidak lepas dari statusnya sebagai
anak bungsu dari pasangan Pak Endin dan Bu Nurhayati, sehingga harus saya akui
bahwa mempreteli subtansi pemikiran seorang anak bungsu macam dia itu sesukar
membeli secangkir tuak di warung mang Arief.
Nuriel, mungkin satu dari sekian banyak anak
santri yang berhasil keluar dari stereotipikal remaja yang umumnya dipotret sebagai
pemuja materi, pemuja tubuh dan pemuja cinta picisan. Padahal andaikan Nuriel lebih
pragmatis sedikit untuk mengkomersilkan tubuhnya, maka saya yakin santriawati
di pesantren itu akan terlunta-lunta tak berdaya mengemis untuk dicintai, untuk
dikasihi. Namun Nuriel adalah Nuriel. Ia tidak mau menjadi lelaki brengsek yang
hidup bergelimang wanita, maka tidak heran dia hanya punya satu mantan di
pesantren itu.
Saya berdalih, salah satu daya magnet yang
membuat santriawati rela memberikan satu tiket bioskop nonton film kepada
Nuriel Rajab adalah karena kemacoannya. Jelaslah, seantero santri pesantren itu
sangat musykil sekali untuk tidak mengenali struktur fisik Nuriel Rajab yang
kalau dibayangkan mirip babi panggang di atas piring berlatar heksagram. Atau
jika itu terlampau sulit untuk diterawang bagi anda yang memiliki otak sapi,
coba bayangkanlah seekor Babi yang memakai celana pendek berwarna hijau
berlarian di pesisir kampung. Yaa anda benar: kolor ijo. Nuriel Rajab memang
kolor ijo tapi minus syahwat.
Ada beberapa spekulasi mengapa ia dikenali
oleh banyak santri, mulai dari ia pernah menjuarai lomba menghafal bait-bait
imrity tingkat pesantren, kepiawaiannya dalam mengolah drum double pedal
(double bass, istilah saya), sampai pada tingkat buronan pengurus kelas kakap disebabkan
belum membayar SPP selama 3 bulan. Tapi menurut saya, alasan mengapa ia begitu dikenali,
karena kejeniusannya memlih saya sebagai teman dekatnya. HAHAHA
Perlu diketahui, kehidupan Nuriel begitu pradoks di pesantren
itu. Satu sisi ia seringkali membully orang lain, tapi ia sendiri enggan untuk
dibully. Satu sudut ia membenci babeh Sarmed, tapi setiap malam ia nongkrong bahkan
berak di sana. Dia pernah bilang benci masakan Bi Wati dan Bi Een tapi tetap
memakannya. Katanya ia fans berat Manchester United tapi pas maen PS yang
dipakai malah Real Madrid. Katanya suka dengan Peterpan tapi malah mengagumi
aliran grunge yang notabenenya sangat
kentara bertabrakan dengan aliran pop.
Saya tidak tahu apa faedahnya untuk selalu
bertingkah paradoks seperti Kurt Donald Cobain, vokalis Nirvana. Tapi jika
boleh menduga, mungkin inilah upaya Nuriel Rajab untuk mencoba membangunkan
Kurt Cobain dari tempat tidur panjangnya kemudian memintanya untuk menyanyikan
lagu Smells Like Teen Spirit di Gedung
Serba Guna Nadhwatul Ummah. Atau mengajak Kurt ke warung Andre untuk ngopi-ngopi
sambil berbincang mengenai faktor utama kematiannya, apakah memang benar bunuh
diri atau dibunuh oleh Courtney Love ? atau malah si Nuriel ingin belajar ke
Kurt tentang teknik Heel Up ala music Punk ?
Saya tidak tahu, tapi yah, itulah Nuriel, si
Pitbull dari Bandung.
Andaikan saja suatu saat saya menjadi tokoh besar sekaliber
Ibnu Rusyd kemudian dibuatkan sebuah film biografi tentang saya, maka saya
mohonkan kepada sutradaranya untuk bisa dibuatkan lebih dramatis ketika adegan Nuriel
menceritakan pengalaman pribadinya kepada saya di malam hari ditemani jeritan
jangrik-jangkrik kecil di luar asrama. Semoga saja film itu tidak menjadi opera
sabun seperti AADC 2, atau percakapan sampah seperti film Comic 8: Casino Kings
Part II. Selain itu, semoga saja di film itu ditampilkan ungkapan Nuriel yang
fenomenal, ia pernah berujar:
“jika kelak sia (kamu) dapat
mengarungi padang Sahara yang tandus, berenang di antara samudra
Pasifik-Atlantik, berdiri telanjang di kutub utara, kencing di tanah Hawaii,
omat.. omat banget! Ieu pesan ti aing: Jangan lupa nyikat huntu..”
Nampaknya pesan yang amat krusial dari Nuriel ini ditunjukan
kepada Erwin Simorangkir, seorang pria asal Kota Banjar yang kabarnya sempat terkena mutasi genetis saat hendak
memasang behel. Hmm..
Akhirul kalam, Tuhan.. Apabila surga adalah fakta, maka saya
akan meminta kepada Sang Pemilik Surga untuk mengembalikan kejadian dimana saya
dan Nuriel adu jotos karena persoalan hutang-piutang. Kalaupun neraka adalah realita,
maka saya memohon kepada Sang Pemilik Neraka agar tidak menjebloskan Nuriel Rajab
ke dalamnya meskipun saya tahu dia telah mencuri SEMPAK BIRU DONGKER saya di
malam jum’at kliwon!
shit!
ReplyDeleteblog
Delete