Yusril vs Mahfud MD: Pilkada itu Pemilu ??
Begitu indahnya hidup di alam yang demokartis seperti di
Indonesia ini, saya bisa menikmati kuliah gratis dengan memantau twitwar antara
dua professor di bidang hukum tatanegara, yaitu: Yusril Ihza Mahendar vs Mahfud
MD.
Dilema Pilkada |
sebenarnya, kedua professor ini mempunyai pendangan yang sama
terkait masalah Pilkada. persamaannya adalah mereka sepakat bahwa Pilkada
langsung maupun tidak langsung sama-sama demokratis dan konstitusional.
sebagaimana yang ada dalam Pasal 18 UUD 45. Selain itu, mereka juga sependapat
bahwa Sengketa pilkada bukan lagi urusan konstitusi sebagaimana yang telah
diuputuskan MK no 97 tahun 2013. bukan hanya itu, mereka juga sepakat akan ada
kevakuman hukum kalo Perppu itu ditolak oleh DPR.
namun, yang menarik dari kedua profesor terbesut adalah persoalan
lembaga mana yang berwenang menyelenggarakan Pilkada andaikata perppu itu
diterima oleh DPR..
Menurut Prof. Yusril, tidak ada lembaga yang sah secara
konstitusional yang berhak menyelenggarakan Pilkada meskipun KPU. Sebab, Pilkada bukan lagi regim Pemilu. Pasal
22E UUD 45 jelas menyebutkan bahwa KPU itu penyelenggara Pemilu untuk memilih Presiden dan Wakilnya, DPR, DPD
dan DPRD. Pilkada tidak termasuk pemilu dalam pasal 22E itu. Kalo Pilkada bukan
Pemilu, maka KPU tidak berwenang menyelenggarakan Pilkada. Selain itu, Putusan
MK no 97 isinya bahwa MK tidak berhak mengadili sengketa Pilkada. Artinya, MK
hanya mengadili sengketa Pemilu bukan sengketa Pilkada karena Pilkada bukan
urusan konstitusi lagi.
Prof. Yusril Ihza Mahendra |
Sementara menurut Prof. Mahfud MD Pilkada tetap masuk dalam regim pemilu. artinya, KPU adalah lembaga
yang sah menyelenggarakan Pilkada. namun, untuk sengketa Pilkada, Mahfud
menyerahkannya ke peradilan tinggi. sebab, isi putusan MK no 97 itu hanya
berisi tentang penolakan kewenangan mengadili sengketa Pilkada saja bukan
mengubah pilkada masuk regim pemilu menjadi Pilkada tidak masuk regim Pemilu.
Selain itu, Melalui vonis No 97
itu MK hanya nyatakan menolak mengadili pilkada. Karena meski masuk regim
pemilu, namun Pilkada berada di luar Pasal 22E UUD 45.
Prof. Mahfud MD |
Secara
sederhana, kedua tokoh ini mempunyai titik perbedaan yang amat mencolok dalam
menanggapi putusan MK no 97 tahun 2013 tentang penolakan kewenangan mengadili
sengketa Pilkada dan pasal 22E UUD 45 tentang Pemilu.
Yusril
menyatakan kalo Putusan MK no 97 itu mempunyai makna bahwa Pilkada bukan urusan
konstitusi, kalo bukan urusan konstitusi berarti KPU tidak bisa menyelenggrakan
Pilkada karena KPU sebagaimana yang ada dalam pasal 22E hanya menyelenggarakan
Pemilu. Dan Pemilu yang 5 ahun sekali untuk memilih eksekutif dan legislative itu
diadili oleh MK bila ada sengketa didalamnya, sedangakan Pilkada tidak diadili
oleh MK. Oleh sebab itu, Pilkada itu bukan Pemilu.
Mahfud
menyatakan kalo Putusan MK no 97 itu hanya menolak sengketa Pilkada diadili di
MK, bukan mengubah Pilkada menjadi bukan regim Pemilu. Pilkada itu Pemilu meskipun bukan bagian dari pasal 22E UUD 45.
Kalo
saya berpendapat, argument dari Yusril lebih logis. Karena, Putusan MK no 97
itu sekaligus menolak KPU menyelenggarakan Pilkada, karena sesuai dengan pasal
22E UUD 45 yaitu: KPU hanya bertugas memilih legislative dan eksekutif bukan
memilih kepala daerah. Sedangkan Mahfud, katakanlah “Keliru” karena, menganggap
Pilkada itu Pemilu, sedangkan yang mengatur Pemilu itu ada dalam pasal 22E UUD
45 dan Pilkada bukan bagian dari pasal 22E itu, malah mengatakan “Diluar pasal
22E..” Termasuk Pemilu kok diluar pasal
22E ?
Namun,
problem yang ditimbulkan dari pernyataan Yusril ini adalah, kalo nantinya DPR
menerima Perppu, siapa yang berhak menyelenggarakan Pilkada yang sah secara
konstitusional ? kalo pandangan Mahfud diterima, kiranya tidak akan ada masalah
yang cukup besar karena sudah jelas Mahfud berpendapat kalo KPU adalah lembaga
yang sah menyelenggarakan Pilkada.
Itulah
perbedaan diantara kedua
tokoh pakar hukum tatanegara yang mempunyai plus minusnya. Plusnya pandangan
Yusril adalah argumennya hukumnya lebih kuat, minusnya adalah siapa
penyelenggara Pilkada ? sedangkan Plus dari pandangan Mahfud adalah
Penyelenggara Pilkada sudah jelas yaitu KPU, minusnya adalah argument hukumnya
urang kuat. hehehe
siapa yang benar ? lapangan yang akan membuktikannya karena
keduanya adalah argumen akademik bukan politis hehehe dan dan pun bisa menentukannya sendiri :D
Post a Comment