Tidak Ada Dosa Warisan untuk Anak Cucu PKI
Histeria anti komunis lama-lama semakin menyebalkan.
Diskusinya semakin melenceng, bukan lagi taraf akademik, malah sudah masuk
level ‘misteri’.
"Dari informasi ada 15 juta pengikut dan simpatisan PKI.
Kalau dengan anak cucunya bisa 60 juta (yang ingin PKI bangkit),"
ujar Kivlan Zein yang saya kutip dari JPNN.com.
Sayangnya Kivlan Zein tidak menyebut lebih spesifik data yang
disebutkan. Andaikan dirinya terang-terangan memberikan data ke-15 juta orang
itu tempat tinggalnya dimana, markasnya dimana, dan orang-orangnya siapa,
Presiden Jokowi pasti akan langsung menggebuknya. Tanpa ampun.
Yah, mungkin sebagai modal caper dan carmuk, cara inilah yang
mesti ditempuh sang Jenderal agar terus bertengger di pucuk trending topik dan
dielu-elukan bak pahlawan.
Persoalan kebangkitan PKI harus tetap dirawat dalam level
misterius. Karena kalau sang Jenderal membocorkan 15 juta orang (atau bahkan 60
juta orang) itu lebih spesifik lagi, wacana kebangkitan PKI bukan lagi perkara misteri,
dan bila bukan perkara misteri, Kivlan Zein takan seksi lagi. Jadi orang biasa
lagi deh dia.
Gegara Kivlan Zein yang kurang kerjaan menghitung jumlah
hantu komunis, diskriminalisasi terhadap anak cucu eks PKI kembali mengudara. Misalnya mereka tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang
layak, dilarang masuk militer, tindak-tanduknya selalu diawasi dan tidak
sedikit dari mereka yang mendapatkan ancaman dari orang yang tidak dikenal
berupa mental maupun fisikal.
Dalam menyikapi persoalan di atas, saya sangat setuju dengan
pandangan Din Syamsuddin yang saya kutip dari beritasatu.com, beliau
mengatakan:
"Anak-anak keluarga keturunan PKI
apalagi yang terlibat, tidak seyogyanya mewariskan dosa atau kesalahan orang
tuanya. Oleh karenanya, tidak perlu kesalahan dan tuduhan itu dialamatkan pada
generasi penerusnya,"
Pandangan Din Syamsudin sangat bijaksana dalam menyikapi
diskriminalisasi terhadap anak cucu PKI. Memang tidak ada dosa warisan dalam
Islam. Bila iman saja tidak dapat diwarisi, apalagi dosa. Begitu pula dengan
pemikiran. Boleh jadi secara pemikiran mereka berbeda dengan orang tuanya yang
komunis. Karenanya mereka juga harus dirangkul
sebagai saudara sebangsa, bahkan seagama.
Mari mengikuti teladan Rasulullah SAW terhadap Ikrimah bin
Amr bin Hisyam yang tidak mengungkit apa yang
pernah dibuat oleh ayahnya yakni Abu Jahal. Di Makkah, Rasulullah SAW berdiri
di antara para sahabatnya sambil bersabda:
“Sesungguhnya Ikrimah bin Abi Jahal akan
datang kepadamu dalam keadaan beriman dan berhijrah, maka janganlah kamu
mencela ayahnya, karena mencela orang yang sudah mati dapat menyakitkan orang
yang masih hidup, walaupun celaan itu tidak sampai kepada orang yang sudah
mati.”
Kisah perlakuan Rasulullah Saw terhadap
putra Abu Jahal begitu mulia. Tidak seperti anak cucu PKI yang mendapat
perlakuan buruk baik secara politis maupun sosiologis, Ikrimah bin Abi Jahal
ditempatkan sebagai seorang muslim yang mendapatkan hak yang sama dengan muslim lainnya. Perlakuan Rasulullah SAW terhadap Ikrimah samasekali tidak
memandang perlakuan Abu Jahal terhadap dirinya.
Marilah kita mengikuti teladan Rasulullah,
karenanya jika ada anak cucu PKI yang tidak memiliki ideologi yang sama dengan
orang tuanya, maka perlakukanlah mereka sama seperti warga negara Indonesia
lainnya, sehingga rentetan kebencian ini tidak terus dipelihara dan mereka
mendapatkan hak yang sama sebagai anak bangsa.
Namun bila memang anak cucu PKI ini ingin kembali
membangkitkan komunisme di Indonesia, tenang saja kita punya Presiden Jokowi
yang siap menggebuk mereka. Sekali lagi, tanpa ampun.
Kasian klw cucunya ikut mewarisi dosa turunan padahal dia tak tau apa-apa dan pkipun udah di bubarkan, hal ini malah akan mnjadi dendam turunan, karena mereka merasa di diskriminasi di negara sendiri, dan akan berpotensi perpecahan bangsa
ReplyDeletesip betul bangeddddd
Delete