Ragam Tafsir Eggboy
Dunia menyambut pahlawan baru
setelah dengan urakan menghajar si rasis Fraser Anning dengan sebutir telur.
Kejadian itu lantas membuat nama Will Connolly mendapat julukan dari publik
dunia sebagai Eggboy, si bocah telur. Apa yang dilakukan oleh Eggboy dinilai
tindakan tepat setelah senator sayap kanan Australia memberikan komentar yang
menunjukan sikap anti-imigran dan cenderung
menyuburkan Islamophobia. Beruntung si rasis Anning hanya mendapat
tepokan telur, idealnya orang dengan mulut kotor seperti itu mendapat kepalan
tinju Mike Tyson.
Namun yang menarik adalah
tindakan Eggboy kepada Anning melahirkan beragam tafsir dari publik Indonesia. Satu
tindakan yang melahirkan dua tafsiran ini berangkat dari sudut pandang yang
berbeda. Ada yang menganggap tindakan si Eggboy sedang membela kehormatan Islam
dari mulut sampah Anning. Ada juga yang menilai perbuatan Eggboy adalah
dukungan moril untuk kelompok minoritas muslim di New Zealand.
Bagi yang menganggap tindakan
Eggboy sebagai pembelaan pada kehormatan Islam barangkali berangkat dari
pernyataan Anning yang menyebut bahwa pangkal utama terjadinya pembantaian di
masjid al-Noor adalah karena meningkatnya imigran muslim. Dia memposisikan umat
Islam yang sedang beribadah di sana sebagai penyebab utama adanya reaksi teror
dari si bangs*t Brenton Tarrant. Karena itu lantas ada yang menafsirkan
tindakan itu sebagai pembelaan kehormatan Islam. Menurut saya, pendapat
demikian sah-sah saja.
Sementara bagi yang menilai
perbuatan Eggboy sebagai dukungan moril untuk komunitas minoritas muslim New
Zealand barangkali berangkat pada tabiat norak golongan sayap kanan yang selalu
bersikap anti-imigran. Di belahan dunia manapun golongan sayap kanan akan
membenci para pendapatang. Mereka berharap perbuatan Eggboy tersebut dapat
menular ke berbagai tempat penjuru dunia agar lebih menghormati dan menjaga hak-hak
minoritas di mana pun.
Inilah mengapa tindakan Eggboy
mendapat banyak dukungan dari dua golongan publik Indonesia yang biasanya
saling berseteru. Sebab pada momen inilah mereka akur, meski berbeda sudut
pandang, namun kita bisa merasakan kedua kelompok ini dalam satu emosi yang
sama setelah menyaksikan pencaplokan telur itu. Semua puas, lega, merasa
terwakilkan; bagi kelompok yang satu merasa Islam sedang dibela, sementara bagi
kelompok yang lain merasa hak minoritas sedang diperjuangkan.
Lalu, bagaimana bila konteks
pencaplokan telur tersebut terjadi di Indonesia? Misalnya, ada politisi sayap
kanan yang menyebut bahwa Indonesia secara diam-diam sedang dijajah aseng
dengan banjirnya imigran asal Cina. Pertanyaannya adalah apakah ada manusia
yang berani menghujamkan sebutir telur untuk politisi sayap kanan itu? Apakah
pencaplokan telur hanya untuk politisi yang secara dzahir ‘menghujat’ Islam?
Atau telur itu hanya cocok untuk politisi yang mempermasalahkan kehadiran
imigran Cina?
Hehehe itulah PR kita bersama!
Pertama kali terbit di setengahnalar.id.
Post a Comment