Mengapa Seorang Teis Menjadi Ateis ? Part II

Dulu, saya pernah menjelaskan secara universal tentang alasan Alasan Menjadi Ateis Part I. nah, pada bagian ini juga saya ingin sekali lagi (mungkin) mengemukakan kenapa sih orang yang dulunya taat beribadah, taat sujud dan segala tuntutan agamanya dan tuhannya ditaati sepenuh hati tapi berujung pada penolakan kepada sang Creator yaitu Allah yang Maha Bijaksana.

Tulisan ini sangat penting disampaikan kepada masyarakat luas khususnya bagi para mahasiswa yang bergulat dalam bidang pikir memikir seperti Aqidah fisafat dll, mengingat perkembangan ateisasi di Indonesia sangat pesat. Saya mendapatkan data bahwa populasi ateis di Indonesia mencapai 1,5%. Itu data tahun 2012. Saya belum mendapatkan lagi data yang uptodate mengenai perkembangan ateis di Indonesia yang mungkin tahun ini bertambah sampai 1,8%.

Tempat berkembang biaknya ateisme di Indonesia yang paling dominan adalah:
Media Sosial. Timbul pertanyaan, Mengapa media social menjadi sangat dominan dalam mencetak ateis ? Zaman era digital, era dunia maya. Dimana, dalam dunia ini tidak bisa dikontrol sepenuhnya oleh Negara. Orang berkata “Muka lu kayak sampah” silahkan, “Islam agama Goblok” dibiarkan, “Yesus nggak pake baju” dan segala macam bentuk penistaan agama dan pencemaran nama baik berkeliaran bak duri dalam tubuh. Nah, karena kebebasan berpendapat dan berargumen dalam media social itu tidak bisa sepenuhnya dikontrol oleh Negara, maka ajaran ateisme ini menjalar seperti virus yang memburu data. Awal mula seorang teis menjadi ateis karena dunia maya atau social media ini adalah karena banyak melakukan “perdebatan” seputar agama dan pemikiran. Seperti contoh apa yang pernah saya lakukan dahulu yang, saya sering debat kusir berujung saling menghina, akhirnya saya terjebak dalam pemikiran ateis, hingga saya membuat account palsu untuk ikut2an mengkritik bahkan menghujat Yang Maha Tinggi (Astagfirullah)..

namun, sekarang saya sadar, saya tidak mempunyai akar agama yang baik waktu itu,  lantas memakan pemahaman tentang ateisme dengan mentah-mentah hingga ikut2an untuk menghujat Tuhan, Agama dan para Rasul.. tapi itu dulu hahaha sekarang mah jadi aktivis muslim untuk membantah dan menghambat laju ateisme di Indonesia yang semakin pesat ini. Hahaha cieeee

Lingkungan kampus. Ada ungkapan yang popular dari si ‘Pembunuh Tuhan’ yaitu Nietzche untuk menggambarkan para dosen yang berada di lingkungan kampus terutama di kampus Islam negeri. Dia mengatakan “I’m not a man, but I’m a walking dynamite”. Yaa tepat sekali, para dosen di lingkungan kampus Islam negeri itu seperti Dinamit yang berjalan. Mereka senantiasa meledakan alam pikiran, membumi hanguskan iman dan memporak porandakan aqidah kepada para mahasiswanya untuk berpikir “bagaimana cara menghilangkan Tuhan ?”, apa yang mereka ajarkan bukanlah “Bagaimana cara menemukan Tuhan.”
Sehingga lahirlah slogan-slogan yang seakan-akan menolak akan eksistensi Tuhan. Seperti kata-kata yang paling popular “Disini area bebas Tuhan.” “Tuhan bukan dalang.”  atau yang paling baru “tuhan Membusuk”. Dan saya heran sampai sekarang, mengapa anak-anak itu—khususnya mahasiswa aqidah filsaifat—doyan untuk melakukan pemberontakan terhadap Tuhan ? mengapa yang selalu mereka serang adalah Tuhan ?
kalo menurut saya, mahasiswa yang seperti itu adalah mahasiswa yang tak kunjung move on hahaha Saya tau semua itu sejatinya lahir dari para ‘dinamit’ ini. Dan yang bodohnya lagi, mahasiswanya tidak bersikap kritis menanggapi hal seperti itu malah ikut-ikutan dalam pembunuhan sang Creator.. haha dan bagi Mas Syamsul, sahabat saya, “UIN telah membusuk di mata Tuhan..” hahaha

Itulah mungkin yang bisa saya share tentang ‘sarang’ ateis di Indonesia, oke sekarang lanjut ke pembahasan, Mengapa menjadi ateis ?

Menurut Fahmy Zarkasyi, Ateis bermula dari Sekular setelah itu agnostic dan pada puncaknya jadilah seorang ateis. Seorang agnostic ada kemungkinan kecil bisa mempercayai adanya Tuhan asalkan ada bukti yang kuat untuk membuktikannya. Namun, kalo sudah menjadi ateis, berarti sudah jelas Tuhan dan segala eksistensinya ditolak! Mereka menganggap “Tuhan telah nganggur.”

Oleh karena itu, hampir semua ateis yang ada di Indonesia ini karena alasan emosional bukan alasan rasional atau irrasionalnya Tuhan. Dalam hal ini saya memberikan 2 hal penyebab teis menjadi ateis, yaitu: Tuhan telah membuat mereka kecewa dan Ateis tidak suka hidup dalam aturan.

Ternyata, Ateis nggak Ilmiah
Pergulatan antara wahyu dan akal, sains dan agama, teologi dan filsafat, fisik dan metafisik selalu menjadi tema yang menarik untuk dibahas dan ditelah. Apalagi, jika menjelaskan tentang seseorang menjadi ateis.

Kalo boleh jujur, ateis adalah sebuah system keyakinan layaknya agama. Hati saya sedikit ‘kesal’ dengan pernyataan salah satu ateis yang paling berpengaruh di dunia (kalo ngga salah si Richard Dawkins), dia menyatakan “Kepercayaan menghambat potensi akal dan keyakinan menghambat proses pencarian kebenaran.” Oke,  saya akan menegaskan bahwa ateis adalah sebuah sistem keyakinan. Lho kok bisa ? mereka kan nggak punya iman ?? Eh, kata siapa ?? memang nggak bisa dipungkiri bahwa ateis adalah system keyakinan, keimanan mereka adalah keimanan apa yang mereka yakini sebagai sebuah kebenaran.
Kebenaran Ateis itu ilmiah, kata siapa ?? kalo mereka seorang ilmwuan, mengapa tidak mengilmiahkan Tuhan ?? mengapa mereka malah menghilangkan Tuhan ?? dan saya pikir ateis itu tidak ilmiah. Kalo ateis tidak mampu berpikir ilmiah, ya saya bisa maklum, karena yang mereka anut adalah kepercayaan pada ketidakadaan Tuhan. hahaha!
Richard Dawkins

Salah satu dasar atau argument kuat ateis itu lebih ilmiah dibandingkan seorang teis karena selalu menayangkan dan menceritakan kembali suatu kejadian di Yunani ketika para filosof menghancurkan kepercyaan penduduk athena terhadap para dewa. Ada juga cerita di eropa, yaitu pertarungan sains dan agama.

Mereka selalu mengutip cerita Ptolomeus yang dulu pernah bilang kalo bumi adalah pusat semesta dan tesisnya itu diadopsi oleh Gereja. Terus, Ketika Copernicus mengatakan mataharilah yang dikelilingi oleh bumi, menurut hasil penelitiannya, Gereja tetap bertahan pada dogma lama. Akibatnya, orang seperti Galileo Galilei harus dihukum seumur hidup, dan Giordano Bruno dibakar karena keyakinannya.

Itulah, mengapa semua orang beranggapan ateis lebih ilmiah daripada teis karena cerita diatas tadi. Akan tetapi, pada waktu itu, pertarungan antara agama dan sains bukanlah pada agama Islam. Oh sangat jelas, Islam sangat menghargai ilmu pengetahuan. Dunia eropa mengalami kegelapan, justru dunia Islam sedang menikmati keemasannya.

Bahkan, sangat keliru jika abad pertengahan dianggap sebagia “dark age”. Mengapa ? Karena, peradaban dunia pada puncaknya yang begitu cemerlang dan luas. Meliputi Spanyol sampai China yang kaya akan penemuan dan penciptaan. Anda bisa bayangkan ? kan ? kan ? hahaha!

Ya Sains dan Agama..

Akhir kata, jujur. saya juga memang pernah berada dalam ketegangan antara rasionalisme ilmiah dengan doktrin agama. Sampai hari ini mungkin, saya masih tetap berada dalam ketegangan itu. Tapi saya juga punya pembenaran2 atas kegelisahan itu. Muhammad Iqbal pernah berkata “hanya dalam kegelisahanlah kamu akan mengenali dirimu.” Saya pikir pernyataan Muhammad Iqbal ini ada benernya juga hahaha Mengapa ? karena perlu dicatat, ketika dalam kegelisahan dan ketegangan pencarian itulah, kreativitas manusia akan mencapai kreativitas Tuhan. Nggak percaya ? sudah kalian percaya saja!! 

Semoga bermanfaat J

No comments