Hari Ibu: Sebuah Opini Singkat
My Mom :D |
"Ibu,
Ibu, Ibu lalu Bapak.." Sabda Rasul. Ranking satu, dua dan tiga dimenangkan
oleh Ibu, tapi Bapak cukup menjadi harapan pertama.
Terlihat
di beranda facebook dan di timeline twitter, hampir semua akun mengucapkan
selamat. Meskipun ucapan “selamat” dari mereka lebih banyak ‘monolog’ daripada
langsung nge-tag atau nge-mantion Ibu mereka. Besar kemungkinan
Ibu mereka tidak tahu bahwa Ia telah diucapkan “selamat” oleh anaknya. Ah! Itu
bukan soal, yang penting mereka meluangkan waktunya untuk mengingat Ibu
meskipun hanya berupa ucapan selamat.
Siapapun
yang punya ide tentang hari ibu, saya mau ucapkan terimakasih untuk ide
briliannya. Karena dengan hari Ibu, kita bisa kembali merefresh bagaimana
perjuangan Ibu mendidik anaknya, kita juga bisa kembali mengingat memori
tentang bagaimana dia melatih anaknya agar bisa merangkak, berdiri, berjalan
dan berlari. Coba sekarang
kita bayangkan bila tidak ada hari Ibu. Mungkin kita sudah tenggelam dalam
kesibukan masing-masing mencari keduniawian, lupa akan semua hal, termasuk Ibu.
Jadi, sebenarnya esensi dari Hari Ibu adalah untuk kembali merefresh tentang
Ibu, bukan untuk menghormatinya dalam sehari.
Akan
tetapi, sangat disayangkan ada sebagian umat Islam yang apatis terhadap hari
Ibu ini. mereka umumnya menyatakan bahwa “Cinta kepada Ibu itu bukan cuman
sehari, tapi sepanjang hari!” Menurut saya, pernyataan yang semacam itu tidak
salah. Menghargai dan menghormati Ibu itu memang harus selamanya. Namun, di
balik pernyataan itu sebenarnya mempunya arti “Jangan merayakan hari Ibu..”
Golongan
muslim yang selalu resah dan gelisah dengan hari Ibu umumnya menggunakan
pendekatan sejarah. Dimana setiap opininya bernada konspiratif. Hari Ibu,
budaya Yahudi. Hari Ibu, tradisi kaum pagan dsb. Umumnya seperti itu. Kemudian
dikaitkan dengan hadits Nabi Muhammad “Barangsiapa yang mengikuti suatu kaum,
maka dia termasuk kaum itu..” Kurang lebih seperti itu.
Hadist
mengenai “Barangsiapa yang mengikuti suatu kaum…” menurut saya seperti hadits
karet. Bisa ditarik sesuai dengan kepentingan si pemakai. Baik dengan motif
bisnis, politis atau motif kepentingan akidah. Hadits ini seakan menjadi drone untuk menolak segala sesuatu yang datang bukan dari tradisi
keislaman. Padahal, jika mau jujur, kopiah hitam yang selama ini kita pakai
adalah tradisi Hindu. Bahkan mimbar masjid sejatinya milik gereja. Karena
itulah, sebelum mempermasalahkan Hari Ibu, permasalahkanlah sesuatu yang memang
sudah jelas bukan tradisi keislaman semacam kopiah hitam dan mimbar tadi.
Jadi,
menurut saya, penolakan terhadap hari Ibu memiliki landasan teologi yang rapuh.
Sebab, tidak ada dalil yang secara spesifik melarangnya, tidak ada alasan kaidah
ushul fiqh untuk menolaknya, serta tidak ada kerugian secara maqasidus syari’ah dalam pelaksanaanya. Karena itulah, ada baiknya jika beropini
jangan terlalu konspiratif, sebab berpikir konspiratif adalah cara berpikir suudzan dan itu dilarang keras oleh
Rasul.
Anyway,
saya yakin setiap orang mempunyai ibu kecuali Nabi Adam (Menurut tradisi
keislaman) dan sel pertama dalam spontaneous generation-nya teori evolusi. Jadi,
selamat hari Ibu! Alooha!
aigoo
ReplyDeleteopo koe krungu?
Deletemantabbbbss
ReplyDelete