Bayar Cicilan


Menemukan foto ini di tumpukan galeri memang menyebalkan. Bagaimana tidak? Sisi kanan saya namanya Husni Mubarok, sementara sisi kiri saya namanya Ilyas Ibrahim; saya diapit oleh dua imigran asal Garut yang kini sedang mengundi nasib di Cikarang.

Secara struktur kekeluargaan, Ilyas adalah adik kandung saya. Dialah dalang di balik runtuhnya jabatan yang saya pegang selama setahun sebagai putra mahkota (anak bungsu). Pasca dia lahir, secara otomatis saya turun jabatan jadi kopral. Sementara itu Husni hanya sebatas teman sealay saya di kampung. Kampung kami dari dulu sampai sekarang konsisten dengan brand relijius yang dinamis. Alhamdulilah.

Sewaktu kecil, Husni dan Ilyas memiliki selera kuliner yang tidak lazim. Ilyas, misalnya, dia sangat selektif dengan makanan sehingga prasyarat yang diajukan kepada ibu begitu ketat: kondisi lauk-pauk harus tepat di antara gosong dan mentah, tekstur nasi tidak boleh terlalu lembek atau keras, komposisi garam jangan terlalu banyak atau sedikit, dan sederet prosedur serta visi misi lainnya.

Hal tersebut tentu saja berbanding terbalik dengan Husni. Boleh dibilang dia merupakan predator segala makanan. Dari makanan yang paling halal sampai makanan yang paling makruh, dia lahap. Dari daging sapi sampai batu bata --kalau perlu batu bara sekalian, dia sikat. Sampai di suatu senja saya pernah mendapati dia dengan setumpuk pasir di piring, dengan enteng dia bilang itu jatah nanti malam. Naudzubillah.

Walau pun mereka berada dalam pusaran perbedaan yang cukup mencolok, tapi Husni dan Ilyas sama-sama tidak tertarik dengan persoalan politik tai kucing sebab mereka sadar siapa pun presidennya, cicilan motor tetep bayar sendiri-sendiri.

No comments