Sidang Risalah PUTM


Setelah hampir enam bulan meneliti kitab-kitab turast dan buku-buku kontemporer lainnya, hari ini dan besok boleh dibilang hari bersejarah untuk thalabah PUTM angkatan XVI yang akan menjalani sidang risalah. Sebagai orang yang pernah ikut merasakan keringat dingin di kursi panas, bagi saya sidang risalah ala PUTM lebih horor dibanding sidang skripsi di UMY. Semoga calon-calon ulama Muhammadiyah ini mampu dengan gemilang melewati setiap tahap tanpa ada hambatan.

Ada pun objek penelitian yang mereka garap cukup beragam. Dari studi tafsir ada yang membahas pluralisme agama ditinjau dari segi teologis. Ada juga yang membahas konsep kepemimpinan di dalam Quran. Namun penelitian yang cukup mengagumkan dari segi tafsir ini menurut saya adalah tentang tinjauan semantik QS. Al-Dukhan ayat 43, dan konsep adil dalam poligami menurut Fazlur Rahman.

Sementara dari segi studi hadis lebih menarik lagi, yaitu kritik terhadap Syafruddin al-Musawi yang meragukan kredibilitas Abu Hurairah dalam mata rantai transmisi hadis. Ada juga yang membahas makna hadis Nabi tentang neraka yang dingin (Zamharir Jahannam), dan kisah Nabi Musa menampar malaikat.  Dari segi studi pemikiran tokoh, ada yang membahas Ibnu Rusyd, Hasan al-Bana, Wahbah Zuhaili, Abu Hasan Asy’ari dan lain sebagainya. Semua topik yang mereka tulis bukan hanya menarik tetapi juga patut menjadi perhatian.

Akan tetapi sayangnya belum ada yang berani menulis tentang gerakan salafi-wahabi baik dari segi metode dakwah, maupun metode istinbath hukum. Topik ini penting diangkat sebab di luar sana ada banyak peneliti yang sering mengaitkan Muhammadiyah dengan gerakan salafi-wahabi. Tentunya anggapan ini perlu dikonter oleh kader Muhammadiyah sebab terma ‘salafisme’ sudah menjadi identik dengan gerakan yang didirikan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab. Padahal, salafisme sebetulnya doktrin yang digaungkan oleh pembaharu Islam Muhammad Abduh dkk. Memang ada pula sarjana yang mengaitkan salafisme pada gagasan tekstual Ahmad bin Hanbal dan gerakan purifikasi Ibnu Taimiyah.

Perbedaan dari ketiga varian di atas  menurut ust. Muhammad Rofiq dalam Jurnal Tarjih volume II no 1 tahun 2013 adalah salafisme yang dikomandoi Abduh disebut sebagai respon intelektual atas kolonialisme Eropa dan keterbelakangan dunia Islam di abad modern, salafisme Ibnu Taimiyyah adalah respon terhadap sinkretisme dan kejatuhan institusi kekhalifahan Islam pada abad pertengahan, sedangkan Salafisme Ahmad bin Hanbal adalah respon terhadap rasionalitas kalam Muktazilah pada era Abbasiyah.

Karena itulah penting sekali menganalisis dimana posisi Muhammadiyah bila dikaitkan dengan salafisme; apakah Abduh, Ahmad bin Hanbal, atau Ibnu Taimiyah? Ataukah Muhammadiyah memiliki pendirian sendiri?

Yah, sayangnya tidak ada yang bahas ini.

Walau pun begitu, semoga sidang risalahnya sukses dan semuanya lulus serta dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya. Aamiin...

No comments