Mengunjungi Museum Dewantara Kirti Griya dan Sonobudoyo #DIMUSEUMKAN



Museum merupakan titik temu antara masa lampau dan masa kini. Tempat yang menjadi kontak penghubung di antara dua masa yang berbeda ini merupakan wahana yang penting dikenali oleh setiap generasi. Atas dasar itulah saya dan Suryo membuat komunitas #Dimuseumkan dengan tujuan melestarikan museum sebagai kanal destinasi edukasi.

Komunitas yang baru borojol tanggal 11 september 2018 ini telah memiliki empat anggota militan yang siap mengambil hikmah dari setiap museum yang akan disinggahi. Seperti komunitas pecinta alam yang selalu bertamasya ke gunung, kami juga memiliki agenda mingguan pergi ke museum yang tersebar di seluruh Yogyakarta yang jumlahnya kurang lebih tiga puluh buah. Museum pertama yang kami singgahi adalah museum Dewantara Kirti Griya yang berada di Jl. Tamansiswa.

Pertama kali melangkah masuk ke museum yang memotret perjuangan Ki Hadjar Dewantara ini, saya seolah merasakan getir pahitnya perjuangan Bapak Pendidikan Nasional saat menemukan koleksi foto, lukisan, barang pecah belah, tempat tidur, surat kabar, majalah, buku-buku tebal, dan mesin ketik Ki Hadjar Dewantara.

Akan tetapi ada satu pojok yang membikin bulu kuduk saya berdiri, pojok tersebut memamerkan tulisan Ki Hadjar yang diterbikan Surat kabar De Expres milik Indische Partij (IP) tertanggal 13 Juli 1913 dengan judul: Andai Aku Seorang Belanda. Tulisan tersebut konon membuat kolonial naik pitam karena isinya menyindir dengan tajam kehendak pemerintah kolonial yang ingin merayakan 100 tahun kemerdekaan Belanda dari Prancis secara besar-besaran di Indonesia (ketika itu masih bernama Hindia Belanda).

Setelah puas berkeliling di museum Dewantara Kirti Griya, saya dan Suryo melanjutkan perjalanan. Lokasi selanjutnya yang kami singgahi adalah Langgar KH. Ahmad Dahlan atau biasa dikenal dengan Langgar Kidoel. Langgar tersebut menjadi titik awal pembetulan arah kiblat shalat di Yogyakarta. Namun saat masuk ke kawasan Langgar tersebut saya seolah tidak merasakan aura yang sama saat memasuki kediaman Ki Hadjar Dewantara. Mungkin karena tempat tersebut telah dikerumuni pemukiman penduduk sehingga kesan “masa lampau” sedikit terkikis.

Shalat Jumat di masjid Gedhe Kauman. Selanjutnya saya dan Suryo mengunjungi museum Sonobudoyo unit I yang terletak di dekat alun-alun Utara Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Di museum itu memamerkan beberapa pernak-pernik kuno dan berbagai benda artefak mulai dari batik, keris, arca zaman klasik, gerabah senjata tradisional, keramik kuno, dan masih banyak lagi. Mengunjungi tempat tersebut memang mengesankan yang patut dicoba minimal sekali seumur hidup.

Setelah melihat berbagai koleksi peninggalan lampau di museum Sonobudoyo unit I, awalnya saya memutuskan untuk lanjut ke museum Sonobudoyo unit II agar semakin sempurna. Akan tetapi lantaran Suryo sejak pagi belum sarapan, saya mengalah untuk pulang sebelum dia jatuh pingsan.

Menjelajah museum telah menjadi hobi saya sejak lama selain karena kocek yang dikeluarkan begitu ramah tetapi juga cukup menghibur.

Terakhir, mari bergabung di komunitas #DIMUSEUMKAN. Hehehe...

No comments