Puciiiing!!!!
Di foto yang mirip lukisan The
Last Supper ini, saya merasa inferior berada di dekat para cendekiawan muslim yang
hebat-hebat seperti beliau-beliau ini.
Bayangkan saja: ada mas Ghifari
ahli Sejarah, ust Asep ahli gramatikal bahasa Arab, ust Ayub ahli pemikiran
Islam, ust Niki ahli hadis, sementara saya ini ahli bidah hasanah. Jadi kalau
ditinjau dari perspektif kuliner khas anak kos-kosan, saya ini nasi kucing di
antara raksasa nasi padang.
Selain merasa inferior,
sejujurnya saya juga senang dapat duduk satu meja bersama mereka. Ya walau pun
tidak ikut tenggelam dalam gelombang diskusi yang umumnya memuat tema-tema yang
sulit dicerna akal saya, saya masih dapat ngalap berkah sama para cendekia
tumpuan umat di tempat ini.
Di tempat ini kami bukan untuk
mendeklarasikan dukungan kepada salah satu paslon capres-cawapres, bukan juga untuk
ikut-ikutan alay kayak kalian bikin perang hastag-hastagan di medsos. Di sini kami
sedang mengemban misi mulia, tugas yang sangat penting, yaitu: menulis buku
sejarah PUTM.
Tujuan penulisan sejarah PUTM
amat penting dilakukan selain karena PUTM mulai banyak diminati para pelancong
skripsi dan tesis, tetapi juga sebagai pengarsipan dokumen-dokumen penting agar
tidak tercecer. Jadi penulisan sejarah PUTM ini tidak ada motif apologetis,
tapi murni karena kecintaan kami pada lembaga pendidikan ini.
Menulis sebuah
buku, apalagi buku sejarah, haruslah ditimpakan kepada orang yang sudah
mencapai maqam “manunggaling kawulo buku”. Bagi
seseorang yang tidak akrab dengan dunia literasi akan sulit memetakan bagaimana
susunan sebuah buku sejarah itu ditulis. Di sinilah letak dhaifnya saya. Dalam
bacaan saya lemah.
Saya kadang
minder dengan para maestro ini. Mereka semua merupakan para pembaca buku yang gigih.
Kalau nulis pasti footnotenya banyak-banyak. Sedangkan saya baca status WA
orang aja sudah malas bukan main.
Bagaimana ini? Tolong
saya, teman-teman. Bantu aku, kasih saran di kolom komentar, dan jangan lupa
LIKE dan SUBCRIBEnya juga, ya!
Post a Comment