Craig Steven Hicks: Ateis Radikalis-Teroris

“This is a racist country” Mengubah pandangan Brown tentang Amerika Serikat ketika Keputusan dewan juri yang tidak mendakwa pembunuh anaknya.

Amerika Serikat selama ini rajin 'mengkuliahi' negara-negara lain tentang Hak Asasi Manusia. Tapi di dalam negeri Amerika Serikat sendiri menerapkan kebijakan rasial yang memicu kerusuhan hebat di Ferguson lalu.  Selain itu, Amerika Serikat sering berkhutbah dengan tema-tema yang menarik seperti equality, toleransi dan humanisme. Akan tetapi, persoalan yang ada dalam negerinya pun tidak bisa menjadi contoh teladan yang baik bagi “umat” yang mendengarkannya.

Amerika Serikat kembali tercoreng kasus rasial akibat penembakan yang terjadi baru-baru ini. Penembakan itu menewaskan tiga orang muslim pada Selasa malam di sebuah kompleks apartemen di Summerwalk Circle, di dekat kampus Universitas North Carolina di Chapel Hill, North Carolina. Berdasarkan sumber yang saya dapat, nama korban tersebut bernama Deah Shaddy Barakat (23), istrinya yang bernama Yusor Mohammad (21) dan adik iparnya yang bernama Razan Mohammad Abu-Salha (19).  Sumber

Korban kekejaman Ateis radikalis-teroris

Saya sangat berharap para pemimpin dunia sedang dalam penerbangan ke North Carolina untuk berpawai demi kebebasan dan demokrasi menyikapi serangan teroris di sana. Saya ingin melihat ada protes, saya ingin melihat ada liputan berita, saya ingin melihat ada pawai, saya ingin melihat ada kemarahan yang sama dengan yang diungkapkan di Perancis. Akan tetapi, hampir tidak ada kecaman yang dilontarkan pemimpin dunia seperti teriakannya kepada Islam ketika di Prancis beberapa waktu yang lalu. Padahal, kejadian ini tidak jauh berbeda dengan kasus Charlie Hebdo.

Craig Steven Hicks adalah dalang dari semua drama yang terjadi di Chapel Hill. Awalnya saya belum tau alasan dia membunuh tiga orang muslim itu. Namun, berdasarkan informasi yang saya dapat dari Republika Online menyebutkan bahwa penembakan tiga mahasiswa Muslim di Chapel Hill, California Utara itu dipicu sengketa parkir. Sumber

Sosok Teroris

Craig, sang Teroris tunggal itu membunuh ketiga korban dengan sangat keji seperti mengeksekusi terpidana mati kasus narkotika. Kalian bisa membayangkan, Craig Hicks membunuh dengan menembakan peluru di bagian kepala korbannya. Alasan dia membunuh adalah karena persoalan parkir yang kemudian berbuntut panjang.  Akan tetapi, sangat tidak logis apabila alasan pembunuhan yang dilakukan oleh Teroris Craig Steven Hicks adalah persoalan parkir yang harus sampai menembakan pelurunya di bagian kepala korban.

Timbul pertanyaan “Mengapa si Pembunuh itu membunuh hanya karena sengketa parkir ? motivasi apa yang didapatkan si pembunuh untuk membunuh yang dibunuh ? mengapa dia tega membunuh hanya persoalan yang amat sangat sepele ? ” saya yakin, alasan utama dia membunuh bukan karena sengketa parkir.  Oleh karena itu, marilah kita telusuri track record si Teroris Craig Steven Hicks ini.

Laman harian Metrotv News menyebut bahwa Craig Steven Hicks adalah seorang ateis dan diduga pembunuhannya adalah factor agama. Mengingat dalam akun Facebooknya, Craig memposting sebuah foto di Facebook dan menuliskan "my loaded 38 revolver". Dirinya juga menggambarkan agama sebagai sebuah tipuan. Dalam profil Facebooknya, Hicks menginginkan agama lenyap dari dunia. Sumber

Pada posting lain, Craig Hicks turut membandingkan radikal Kristen dan radikal Islam. Si Teroris-ateis kelas berat ini pun menunjukkan perbandingan antara keduanya dengan menulis “why radical Christians and radical Muslims are so opposed to each others' influence when they agree about so many ideological issues”. Sumber

Karena sebagai ateis yang kaffah dan rajin beribadah, Richard Dawkins menjadi idola si Teroris Craig Hicks. Berdasarkan penelurusan saya di akun facebooknya, Craig pernah membaca buku sang idola itu, yang berjudul “God Delusion” bahkan menjadi buku favoritnya. Secara ringkas dalam buku itu, Dawkins menyangkal keras proses penciptaan alam semesta secara supranatural dan iman sebagai praksis agama hanya sebuah delusi. Pemikiran Dawkins ini sangat jelas dipengaruhi oleh Charles Darwin dan Bertrand Russel.

Pengaruh Dawkins pada si Teroris Craig Hicks menyebabkan ia memusuhi semua orang yang beragama, termasuk tiga orang muslim yang menjadi korban kebrutalannya. Terbunuhnya tiga orang mahasiswa muslim Amerika Serikat yang dilakukan oleh seorang Ateis, Dawkins merasa punya kewajiban untuk membuka suara. Dalam akun twitternya, Dawkins menulis “How could any decent person NOT condemn the vile murder of three young US Muslims in Chapel Hill ?”

Jawaban untuk pertanyaan Dawkins adalah Anti Teis. Begitu sebutan populer di dunia Barat. Anti Teis berbeda dengan ateit dalam praksisnya. Boleh dikatakan Anti teis levelnya lebih tinggi dan lebih berbahaya dari Ateis. Seorang ateis praktis bisa secara pasif menolak dan menyangkal adanya Tuhan, sedangkan anti teis lebih agresif menentang baik melalui doktrin pemikiran dan tindakan mempengaruhi bahkan melenyapkan orang-orang yang beragama seperti yang dilakukan si Teroris Craig Hicks ini. Tapi pada dasarnya, Anti teis dan ateis itu sama. Mereka sama-sama mengagungkan Humanisme.

Berbicara masalah Humanisme, saya harus kembali membuka bukunya Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, yang mengatakan “Awalnya humanisme itu tumbuh berteduh di rumah agama. Tapi kemudian meninggalkan agama dan memaki agama.” Quotes ini sepertinya menggambarkan apa yang terjadi di Inggris. Di sana, ada perkawinan antara agama dan humanisme masih bisa dipertahankan namun kemudian mereka bercerai dan humanisme meninggalkan agama.

 

Di sinilah humanisme tidak hanya pindah dari agama melainkan menjadi rival bagi agama. Sehingga fatwa-fatwa agama tentang kemanusiaan kini direbut oleh makhluk yang bernama humanisme. Sejak dari awal, saya sudah tau watak sesungguhnya dari humanisme ini, yang sangat doyan menggugat agama. Akan tetapi, humanism tidak dapat menutupi identitas aslinya. Humanis adalah ateis.

Faktanya, semua aktivis humanis tidak sungkan lagi mengklaim dirinya seorang ateis. Seorang humanis akan menentang dengan radikal bila “kontra” dengan prinsipnya, kepada Tuhan sekali pun. Seperti ungkapan Robert Ingersoll “Kini saya yakin hantu dan Tuhan adalah mitos. Aku bebas berfikir dan berbuat apa saja.. aku bebas!” Jadi, kita sepakat bahwa seorang ateis pastilah seorang humanis. Akan tetapi, memang, tidak semua humanis itu ateis.

Okelah ateis itu humanis dan humanis itu nama lain dari topeng ateis. Okelah prinsip dari humanisme itu mengasihi semua makhluk hidup tanpa pandang golongan. Okelah budaya humanisme itu adalah toleransi. Okelah ajaran utama dari humanisme adalah persamaan derajat semua manusia. Okelah humanisme melahirkan Declaration Universal of Human Right yang isinya tentang toleransi. Namun, dengan adanya berita pembunuhan yang dilakukan oleh Teroris Craig Steven Hicks yang notabenenya seorang ateis, meruntuhkan segalanya.

Bagaimana tidak, kita semua sudah tau bahwa atheis itu humanis dan humanis itu sangat menjungjung tinggi nilai-nilai toleransi dan pluralitas, namun apa yang dilakukan oleh teroris Craig membuka mata hati kita dan membuka kedok wajah “Atheist” yang sesungguhnya. Ateis yang humanis kini dalam benak saya berubah menjadi ateis yang inhumanis layaknya teroris dan ISIS!

“Itu kan OKNUM” LOL

Akhir kata saya ingin menyatakan “tulisan ini hanya sebagai autokritik terhadap ateis yang inkonsisten dengan prinsipnya (cinta damai) yang selalu dijadikan peluru untuk menyerang agama. Karena itu, janganlah fanatisme membutakan segalanya dan dijadikan alasan untuk saling membunuh. Saya tau manusia punya banyak alasan buat benci, perang dan membunuh walau Tuhan dan agama ikut andil besar disini. Namun, tidak ada alasan yang mengizinkan seseorang untuk membunuh orang lain!”