si Arab: Tindakan Rasisme ?
“Kulit putih dapat pujian.
Kulit hitam diberi cacian.
Bukan kulit sebagai ukuran.
Hitam
putih belum tentu ke syurga Tuhan.”
Isu rasisme atau rasialisme memang sering menjadi tema diskusi
yang menarik baik di dunia maya atau nyata. Mereka yang mencintai perbedaan dan
menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia umumnya menolak segala atribut rasisme. Menganggap
satu ras, budaya atau etnis tertentu lebih superior dibandingkan dengan yang
lainnya. Jika disimpulkan, tindakan rasisme adalah melecehkan ras, etnis, budaya
atau suku lain.
Rasisme dalam segala
bentuknya tanpa kompromi harus dikutuk, begitu kata Michael Dogson. Perseteruan antara aktivis HAM dengan
para rasialis/rasis seakan menjadi drama panjang tanpa happy ending. Mengharukan.
“Dasar China! Pergi dari tanah pribumi”
Menurut Ridwan Kamil, mengadu domba etnisitas manusia
Indonesia hari ini dengan istilah pribumi bukan pribumi adalah kebodohan. Sebab
manusia modern Indonesia hari ini dominasinya adalah turunan migran Micronesia
asal Tiongkok yang dalam perjalanan sejarahnya bercampur dengan genetika India
atau Arab. Dengan demikian, menurut Kang Emil penggunaan kata “China” adalah bagian
rasisme. Tuhan menciptakan beragam ras, budaya dan warna kulit. Rasisme adalah
kebodohan.
Ketika Cita-citata mengatakan “Cantik kan
nggak kayak Papua”, semua orang yang anti dengan rasisme gerah dan marah. Karena
secara tidak langsung Cita-citata menganggap orang Papua jelek, tidak cantik. Cita-citata
telah berbuat rasisme, menganggap satu ras lebih baik daripada ras yang lain.
Jika penggunaan kata si “china”, si “papua”, si "kulit putih" dan si "kulit hitam" sebagai bentuk rasisme, mengapa dengan kata si “Arab” seakan bukan bagian dari itu ? inilah diskriminasi yang tanpa sadar yang sering kita lakukan. Rasisme adalah kebodohan. Empety in his head. Begitu kata ‘Teman Tapi Mesra’ saya.
Sebagai Negara dengan 88% penduduknya beragama Islam, sudah
barang tentu budaya Arab mengalami akulturasi dengan budaya Nusantara, sehingga
cara berpakaian dan cara berpikir pun mengalami pengaruh yang kuat ke dalam
sanubari bangsa kita.
Melonjaknya minat bangsa Indonesia terhadap budaya Arab
membuat sekelompok ‘pribumi’ resah, kemudian secara tidak langsung mereka
membentuk barisan ‘anti budaya Arab’. Cara mereka mengekspresikan ke-anti-annya
terhadap budaya Arab adalah dengan nyinyir. Fentung dan lain-lain adalah
kata-kata yang sering digunakan oleh mereka yang mengaku cinta perbedaan. Sejujurnya
saya kurang respect terhadap manusia-manusia yang semodel dengan ini, mencintai
perbedaan tapi mengkhianati asas-asas perbedaan. Manusia munafik.
Contoh nyinyir |
Bagi sebagian orang, jilbab adalah budaya Arab. Sehingga perempuan
yang memakai jilbab dianggap ke-arab-arab-an. Orang memelihara jenggot panjangnya
dianggap sebagai orang Arab. Memakai sorban dilengkapi dengan pakaian besar
khas Arab, dilecehkan. Dasar Ngarab! Sorry, apakah ini bagian dari rasisme ?
Penggunaan kata “Jangan ke-arab-arab-an” memang mengandung
arti yang fundamental: mengajak untuk
lebih mencintai budaya local. Namun, cara kita menolak budaya Arab jangan
terjebak pada rasisme juga. Saya setuju menghormati dan membudidayakan budaya
kita sendiri, tapi jangan merendahkan budaya lain. Ini rasis, Boss. Karena bagaimana
pun juga kata “ke-arab-arab-an” mempunyai arti budaya Arab. Melecehkan,
menghina atau nyinyir segala sesuatu yang berbau “ke-arab-arab-an” adalah
rasisme yang paling nyata tanpa kita sadari.
Hegemoni budaya Arab harus dicegah karena menghancurkan
budaya local tapi tanpa sadar mereka mencintai budaya impor juga. Jika tidak
menyukai Arab dengan segala bentuk dan produknya, maka jangan menggunakan kata
doa, musyawarah, adil, masyarakat, nama-nama hari dan lain-lain harus
diberantas juga, diboikot! Itu Ngarab woy!
Lucunya, kebencian mereka terhadap segala sesuatu yang
beraroma Arab mengaku dirinya yang paling mencintai budaya local, anti dengan
rasisme, menolak diskriminasi. Tapi tanpa sadar mereka juga sering melakukan
tindakan yang tidak mencerminkan cinta terhadap budaya local, sering melakukan
tindakan rasisme dan diskriminatif terhadap mereka yang berilbab dan
ber-arab-arab-an lainnya. Munafik!
Dalam hal ini saya setuju dengan Jonru Ginting yang mengatakan, ini
orang anti Arab atau anti Islam ?
Post a Comment