Rumah Sakit
Sejak kecil saya tak pernah berobat ke Rumah Sakit. Bukan
karena belum pernah sakit, tapi sembuh terlalu cepat sebelum harus dilarikan ke
rumah sakit, atau merengek enggan dibawa ke sana. Orangtua saya sejak dulu
memang sering memberikan doktrin kurang menyenangkan terkait Rumah Sakit. Bayangan
saya ketika itu Rumah Sakit adalah tempat paling horror di mana suntikan,
obat-obatan, dan orang-orang sakit sejenis zombie urakan berkumpul dalam satu
wadah. Sejak saat itu saya berjanji untuk tidak pernah sakit agar tidak
dilarikan ke tempat jahanam itu.
Namun saat duduk di kelas 5 SD, saya pernah benar-benar ingin
masuk Rumah Sakit karena mendengar cerita-cerita yang menyenangkan dari teman
sekelas yang baru keluar. Dari cerita itu saya menemukan fakta baru bahwa disuntik
itu tidak seperih disengat lebah, kadar perihnya setara dengan digigit semut. Mendengar
pengetahuan baru dari teman sekelas itu saya semakin antusias dengan fakta yang
kedua, yaitu: di rumah sakit kamu akan benar-benar menjadi raja! Minta apa saja
pasti dikabulkan.
Bermodal dua fakta baru yang saya dapat dari kelas, kuputuskan
tuk mengkhianati janji yang telah kupegang selama enam tahun. Tapi saya sadar satu
hal bahwa satu-satunya syarat masuk rumah sakit adalah sakit, kalau sembuh mana
bisa jadi raja. Akhirnya, karena sakit betulan tak kunjung tiba padahal telah
salto dari satu kolam ikan ke kolam ikan lain, saya memutuskan untuk pura-pura
sakit, tujuannya jelas: ingin jadi raja.
Sayang, niat busuk saya tercium oleh ibu, dia tahu kalau saya
sesungguhnya tidak sakit. Akhirnya sebagai jasa ibu yang perlu memerhatikan
anaknya, ibu melarikan saya ke puskesmas kecamatan, bukan ke rumah sakit. Di hari
itu, saya benar-benar kurang beruntung. Saat diperiksa, dokter memberikan
respon negative dengan bahasa tubuh yang menunjukan kalau saya, sebagai
pasiennya, memang tidak sakit, tapi sialnya saya tetap dihadiahi obat dan wajib
diminum dua kali sehari.
Belakangan, saya konfirmasi cerita itu ke ibu, dia bilang
kalau semua itu adalah hasil konspirasi antara dirinya dan dokter, pemeriksaan
hanyalah formalitas. Jadi secara praksis saya belum pernah ke rumah sakit
sebagai pasien.
Malam tadi bisa dibilang hari bersejarah buat saya karena
pertama kali diperiksa di rumah sakit. Murni sebagai pasien, bukan sebagai
penjenguk atau penginjil. Namun karena track record saya yang tidak pernah
belajar bagaimana mekanisme berobat di rumah sakit besar, saya kebingungan
bagaimana cara memulainya. Itulah, petaka tidak pernah mengunjungi rumah sakit
adalah kamu tidak tahu bagaimana caranya berobat. Beruntung saya berteman baik
dengan Fadli Rabbi, dia yang menemani saya pergi ke rumah sakit dengan bekal
pengalaman yang menumpuk di kepalanya.
Karena itu kusarankan untuk sesekali pergi ke rumah sakit,
agar pengalaman yang mungkin nantinya berguna bagi anak-anakmu tatkala sakit
tidak kebingungan. Atau kalau ingin belagak spiritualistik, pergi ke rumah
sakit akan membuatmu bersyukur dengan pemberian-Nya.
Tadi siang saya telah mandi, sebagai deklarasi jiwa dan raga
saya telah kembali pulih
Post a Comment