Pemuda Harapan Mertua
Saya menulis tentang ini sebenarnya terinspirasi dari bio
akun twitter sahabat saya, @Ditalest_ (Dita…). Dalam bionya itu tertulis “Pemudi
Harapan Mitoha (mertua)”. Kalimat jenaka namun sarat makna yang dalam bagi yang
sempat memikirkannya. Ada kemungkinan ungkapan “harapan Bangsa” atau “harapan Negara”
sudah terlalu mainstream. Apalagi kata “demi Nusa” dan “Demi agama”, sudah
terlalu busuk yang hanya diucapkan dilisan tapi tidak dipraktekan dalam
kehidupan.
Dalam budaya kita, jika seorang laki-laki telah menikah
dengan seorang perempuan, maka secara otomatis kita menjadi bagian dari
keluarga besar si perempuan, begitu juga sebaliknya. Sehingga dalam memilih
seorang calon menantu, umumnya sang calon mertua itu bertindak selektif. Ia tidak
mau jika anaknya dinikahi oleh orang yang salah, ia juga tidak menginginkan anaknya
mempunyai keluarga yang tidak bahagia.
Tapi pertanyaan pokoknya adalah, menantu seperti apakah yang
menjadi harapan mertua ? Saya pikir untuk menjawab pertanyaan ini terikat oleh
relativisme. Bisa saja menurut yang satu begini, tapi menurut yang lain beda
lagi. Keinginan seorang mertua untuk mendapatkan seorang menantu idaman seperti
laki-laki menilai wanita. Relative. Bisa jadi menurut saya Angel Karamoy adalah
wanita cantik, tapi menurut yang lain tidak. Jadi, harapan mertua untuk mendapatkan
seorang menantu yang diharapkan itu sangat terikat oleh relativisme.
Karena relative, maka pandangan mertua terkait keinginan
mendapatkan seorang menantu yang mejadi harapannya itu berbeda-beda.
Motif Agama. Motif inilah yang menurut saya
paling dominan di Indonesia. Karena pernikahan dianggap sebagai sesuatu yang
paling sacral yang dapat menentukan kebahagiaan di dunia dan di akhirat, maka
kebanyakan kasus seorang mertua menginginkan menantunya mempunyai ilmu agama yang
sangat dalam. Dia tidak ingin anaknya menjadi kayu bakar di neraka hanya karena
salah memilih seorang suami yang tidak mengerti soal agama, tidak taat dalam
beragama, dalam beribadah.
Motif Darah. Motif ini menurut saya sebenarnya
pernah menjadi trend di era klasik (koreksi kalau salah), dimana perjodohan
antar anak raja terjadi. Namun dalam konteks modern sebenarnya masih ada “raja-raja
kecil” yang melakukan hal seperti ini. mereka menganggap, jika menikah dengan yang
tidak memiliki darah biru, maka kewibawaan keluarganya seakan runtuh. Kehormatan
keluarga bagi mereka sangat penting dibandingkan dengan motif Agama.
Motif Ekonomi. Cara paling mudah untuk menjadi
orang kaya secara instan adalah menikah dengan keluarga yang kaya! Umumnya mereka
yang menggunakan motif ini sebagai landasan beranggapan bahwa untuk mengubah
nasibnya di dunia, maka harus mencari calon menantu yang secara ekonomi lebih
tinggi dari mereka. Motif ini menurut saya tidak salah, hanya saja mereka selalu
memandang bahwa keselamatan di dunia ada di tangan materi.
Motif Fisik. Ada beberapa mertua menginginkan
keturunannya memiliki fisik yang lebih baik darinya. Mereka menyebutnya sebagai
upaya untuk memperbaiki keturunan. Saya menduga, mertua yang menginginkan hal
seperti ini karena mereka memiliki anak yang (mohon maaf) kurang bagus atau
jelek. Sehingga untuk memperbaiki keturuannya, mereka membutuhkan seorang
menantu yang secara fisik baik agar bisa berdiri sama tinggi, duduk sama rendah
dengan yang lainnya.
Tidak Ada Motif. Mereka tidak peduli pada tingkatan ilmu
agamanya, tidak peduli status sosialnya seperti apa. Mereka juga tidak
memandang ekonomi atau fisik, yang terpenting adalah cinta. Umumnya mertua yang
seperti ini melihat seperti anaknya melihat calon suaminya. Mereka beranggapan
bahwa jika anaknya cinta pada calon suaminya, maka ia juga akan bahagia, tidak
ada yang harus dikhawatirkan. Mertua seperti inilah yang menurut saya tidak ada
syarat khusus, tidak memberatkan.
Hahaha Jujur saja, saya menulis ini tidak pantas karena
statusnya bukan seorang menantu dari keluarga manapun, saya pun sebenarnya
tidak mempunyai kapasitas dalam menulis ini. Hanya saja ini sebagai penelaahan
kecil-kecilan saya terhadap fenomena yang terjadi di masyarakat. Banyak yang
ingin saya tuliskan, tapi tulisan dengan gaya seperti ini seakan “menceramahi”
bagi mereka yang sudah menikah atau dalam waktu yang dekat akan menikah
sedangkan aing masih jomblo. L
Terkahir, semoga saja saya dan semua pemuda, baik yang sudah
maupun yang belum menikah menjadi harapan mertua. Karena dalam banyak kasus,
mertua terkadang menjadi “parasit” dalam kelangsungan hidup berkeluarga, ia
bisa saja menjadi provokator adalam sebuah perceraian jika seorang anak
perempuannya mendapatkan pasangan yang tidak ia harapkan. Hahaha Sekian dan
terimakasih.
Kalau yang ini, pemuda yang tidak diharapkan :(( |
Post a Comment