JIHAD dan IJTIHAD

Menarik sekali mengikuti kajian
perdana kitab Kaifa Nata’āmal ma’a al-Sunnah karya syaikh Yusuf Qardlawi bersama
ustadz ‘adzim Qaem Aula di masjid al-Furqan Nitikan, Yogyakarta. Dari kajian
tersebut, ada satu segmen yang menurut saya menarik, yaitu tentang Jihad dan
Ijtihad.
Menurut ust Qaem, jihad itu
bisa diartikan mengamalkan agama, sementara ijtihad dapat dimaknai dengan
belajar agama. Ust Qaem menegaskan bahwa ijtihad itu lebih penting daripada
jihad. Mengapa ust Qaem menyimpulkan demikian? Begini penjelasannya:
Walaupun dua suku kata ini
begitu popular, tidak banyak yang tahu kalau kata “jihād” dan “ijtihād” diderivasi dari kata yang sama,
yaitu: “jahada”. Dalam Lisān al-Arab karya Ibnu Mandzur, kata “jahada”
memiliki dua makna, yaitu: menanggung beban (hamlu al-juhdi), dan
mengerahkan kemampuan.
Meski sama-sama diderivasi
dari bentuk tsulāsi mujarad lafadz “jahada”, akan tetapi “Jihād” dan “Ijtihād” merupakan pengembangan dari tsulāsi mazid yang secara timbangan (wazan) sangatlah berbeda. Kata “Jihād” berasal dari wazan “Fā’ala”, ia merupakan isim mashdar dari pengembangan kata “jāhada”, sementara kata “ijtihād” berasal dari wazan “ifta’ala”,
ia juga merupakan isim mashdar dari pengembangan kata “ijtihada”.
Menurut ust Qaem, wazan “ifta’ala”
memiliki makna penekanan atau menyangatkan, sehingga melaksanakan ijtihad itu
lebih ditekankan daripada jihad. Dengan kata lain, belajar ilmu agama tentang
tatacara beribadah atau bermuamalah itu lebih utama sebelum melaksanakan amalan-amalan
secara praktis.
Singkatnya, ibadah tidak
akan sempurna ketika tidak dilandasi dengan ilmu. Karena itulah penting bagi
kita belajar kitab Kaifa Nata’āmal ma’a al-Sunnah, dan yang lebih penting lagi adalah
menyaksikan langsung siraman rohani dari ustadz-ustadz ketje baday di Masjid
al-Furqan Nitikan, Yogyakarta.
Kalau ada salah, mohon
koreksi sendiri, yha...
Post a Comment