Sebetulnya Reunian itu Tidak Penting
Ketika kehidupan mulai congkak, kaku
dan membosankan, serta ziarah dari kuburan satu ke kuburan lainnya gagal
mendapatkan Pikachu, reunian kerap menjadi wacana utama dalam setiap obrolan di
masa liburan.
Dalam istilah
bahasa, reuni diartikan sebagai ajang pertemuan kembali antara satu dua orang
atau lebih setelah sekian lama berpisah. Namun dalam istilah agama mungkin
divonis sebagai sebuah silaturahim semata.
Mereka yang bertemu
kembali ini umumnya dilandasi oleh perjuangan yang sama, sekolah yang sama atau
pesantren yang sama. Koruptor yang sama-sama pernah berjuang mendekam di
penjara Cipinang juga bisa saja mengadakan reuni dan silaturahim. Asal jangan
terlalu gembar-gembor di media sosial sebab bisa mengundang
kedatangan para demonstran anti korupor lengkap dengan bom molotovnya.
Reunian selalu menjadi saksi, bahwa
betapa dulu wajah yang hinyai-bingar, bertransformasi menjadi model hijaberz
paling hits. Atau sosok yang dulu menjadi raja di sekolahan, berubah menjadi
manusia rendahan. Siswa yang dulu berprestasi, berevolusi menjadi mahasiswa
yang paling membangkang di Perguruan Tinggi. Teman yang dulu seorang predator,
kemudian hijrah menjadi motivator. Guru yang galak, menjadi teman hangat. Reunian
memang selalu menjadi saksi sebuah perubahan.
Dan bagi saya, reunian adalah cara
paling sakral untuk merawat kenangan. Bayangan reunian selalu menyenangkan,
meskipun dia tahu akan menjadi objek bullyan teman lama. Anda hampir takkan mungkin
menemukan wajah murung dalam ritual ini, sebab setiap individu yang hadir dalam
reunian, akan tertawa selaknat mungkin saat membicarakan kekonyolan di masa
lampau.
Salah satu bumbu paling sederhana tapi
elegan untuk memecah tawa dalam reunian adalah membongkar aib. Tentang perselingkuhan,
pengkhianatan sampai pembangkangan. Bagi Anda yang mempunyai aib sebanyak
hutang Indonesia, maka bersiap-siaplah Anda akan menjadi objek tawa yang paling
diidolakan. Namun, bagi Anda yang memiliki sedikit aib, maka bersiap-siaplah
untuk menertawakan teman senyaring mungkin. Dimana ada reunian, di sana ada aib
yang terbongkar.
Memang seharusnya begitu, aib lebih
baik ditertawakan daripada disimpan dalam lemari senyap. Sebab ketika aib
disimpan lalu dimuncratkan keluar bersama tawa-riang, maka hati dan pikiran
akan tenang, tak ada beban. Hal ini berbeda dengan manusia yang menyimpan
aibnya demi sebuah misi penghormatan dari khalayak. Jaim. Jaga image. Tipologi
manusia model begini adalah sebaik-baiknya pendusta, yang kepalanya halal ditebas
kemudian dilempar ke gerombolan anjing buas.
Jika bongkar-membongkar aib sangat dibolehkan,
maka ada dua hal yang secara intens tidak dianjurkan dalam setiap prosesi
reunian adalah: Pertama, membawa
pacar. Kedua, pamer kekayaan.
Membawa pacar dan pamer kekayaan
memang akan sedikit mengangkat harkat dan martabat Anda sebagai manusia, namun
percayalah, dengan itu semua reunian tidak akan lagi sesakral yang Anda
bayangkan. Kedua hal itu akan menjadi tembok dinding sektarianik yang memisahkan
antara si kaya dan si non-kaya, si jomblo dan si non-jomblo di antara peserta
reunian. Reunian bukanlah ajang pamer-pameran harta, tahta dan wanita, reunian
adalah mengingat fragmen masa lalu yang buruk untuk kemudian ditertawakan
bersama.
Coba pikir-pikir
lagi, alangkah ruginya kalau pertemuan dengan kawan lama itu isinya cuma pamer pacar,
pamer kekayaan, pamer kebahagiaan, apalagi kalau isinya orang-orang yang belum moving on dari masa jahiliyahnya.
Sungguh sebuah dialog yang amat memuakan untuk didengar daun telinga manapun
saya kira. Jika
hasil pertemuan cuma membekaskan iri, rasanya nggak bijak banget bagi yang
memberi bekas, ya.
Jika kebebalan ini
dibiarkan begitu saja, maka reunian yang tadinya mempunyai tujuan sebagai ajang
melepas rindu antar warga sekolah/santri akhirnya menjadi ajang pamer
keberhasilan. Pembagian kasta sosial secara tak sengaja terjadi begitu saja
secara alami. Jangan heran akhirnya dalam sebuah reuni yang diadakan, animo
alumni untuk menghadiri reuni tersebut makin dan terus berkurang. Bisa jadi
mereka berpikir lebih baik jualan nasi uduk daripada reunian yang tidak jelas
itu.
Karena itu, jangan jadikan reunian
sebagai ajang pamer-pameran yang sama sekali tidak bermanfaat. Dan mungkin
salah satu solusi untuk menghindari itu, Anda bisa membuat sebuah permainan ala
bangsa Nordik untuk memeriahkan acara, atau memainkan permainan tradisional
agar keintiman bersama teman lama lebih dekat. Atau mungkin cara paling murah
adalah dengan ngobrol sembari membuang handphone untuk beberapa hari agar
kedamaian batin dapat dirasakan saat acara berlangsung. Jadikanlah reunian
semenyenangkan minum arak di udara dingin. Alooha.
Terakhir, sesibuk apapun Anda di
kehidupan nyata, usahakanlah untuk datang. Banyak yang enggan untuk turut andil
dalam bagian reunian. Malu karena kemaluannya masih kecilah. Malu lantaran
tidak kuliahlah. Bahkan yang paling wagu,
malu ketemu mantan. Padahal, reunian begitu urgent
untuk tetap menyambung benang-benang persaudaraan.
Karena itu, yang menganggap reunian
itu tidak penting, sungguh sebuah kebodohan yang paling nyata. Kata seorang
siswa homeschooling.
Post a Comment