Jangan Memprovokasi “Alay-alay” Islam
Tanggal 14 Maret 2016 ada sebuah ledakan yang menewaskan 37
orang dan ratusan luka di Ankara, Turki yang diduga pelakunya adalah kelompok
Militan Kurdi yang bermarkas di Irak Utara. Kemudian 19 Maret 2016 ledakan
kembali terjadi dan menewaskan empat orang di Istanbul, Menteri Dalam Negeri
Turki menduga bahwa dalangnya adalah ISIS. Di tanggal 22 maret 2016 terjadi lagi ledakan
di Brussels, Belgia jumlah korban tewas dalam insiden yang mematikan ini berjumlah
35 orang, kabarnya, ISIS bertanggungjawab atas insiden mengerikan ini.
Sepanjang bulan maret saja sudah terjadi beberapa rentetan
bom yang tidak masuk akal di Eropa. Para pengamat berdalih bahwa hal ini
terjadi karena kegagalan masyarakat Eropa dalam mengintegrasikan kaum muda
Muslim ke dalam struktur sosial. Akhirnya mereka menjadi warga yang
termarjinalkan, terpinggirkan. Konsekuensi logis dari adanya segregasi semacam ini
adalah kegagalan menguasai bahasa di negara setempat. Tentu saja ini
menyulitkan kaum migran untuk berpartisipasi di dalam masyarakat dan memahami
norma-norma sosial yang berlaku di dalamnya.
Mereka yang tidak berijazah akan terbuang, kira-kira seperti
itulah karakter dasar masyarakat kapitalis. Kaum muda imigran ini pun dipaksa untuk
memilih antara bekerja dengan upah kecil atau menganggur untuk waktu yang lama.
Mereka kecewa dan marah. Hingga pada akhirnya Prancis, Belgia dan Negara-negara
Eropa lainnya menyaksikan bagaimana ribuan pemuda Muslim yang marah dan kecewa
itu lalu pergi ke Suriah untuk bergabung dengan kelompok terngehek sepanjang
sejarah setelah NAZI: ISIS.
Karena itu, adanya bom yang terjadi di Eropa sepenuhnya bukan karena motivasi keagamaan, akan tetapi isu sosial. Kerasnya kehidupan di
Negara kapitalis membuat kalangan muda lebih mudah terdoktrin yang pada
akhirnya menjadikan mereka keras, bengal, buas dan rela melakukan apa saja yang
menjadi perintah si ‘Boss-nya’.
Namun sayangnya orang-orang yang tidak menggunakan akalnya
terlalu cepat menyimpulkan bahwa Islam sebagai dalang atas insiden ini. Quran
adalah kitab yang memotivasi mereka untuk berbuat kekerasan, membunuh orang
kafir. Islam adalah agama yang menghalalkan terorisme. Kesimpulannya adalah
Islam harus dihapuskan dari bumi ini, kemudian munculah tagar #StopIslam dengan
gagah menjadi trending topic dunia di twitter.
Tidak ketinggalan orang-orang yang sedari awal memang kurang
respect terhadap Islam membenarkan perilaku terorisme yang dilakukan oleh ISIS
dengan mengutip ayat-ayat perang dalam Quran, hadits-hadist Nabi Muhammad dan
fatwa-fatwa ulama klasik maupun kontemporer. Mereka mengadvokasi tindakan
terorisme yang dilakukan oleh ISIS sebagai bagian dari ajaran Islam. Luar
biasa. Islam adalah tentang kekerasan, terorisme dan pembantaian. ISIS adalah wajah
Islam, wajah hausnya akan darah.
Manusia-manusia yang membenarkan tindakan terorisme dengan
mengutip dalil-dalil teologi sebetulnya mempunyai pemikiran yang sama dengan
ISIS. ISIS memandang bahwa syariah itu hanya ada satu versi, ini sama halnya
dengan golongan pembenci Islam yang memandang hukum Islam hanya ada satu: Kekerasan. Cara mereka mengutip
dalil-dalil teologi pun mirip dengan ISIS, yaitu menafsirkan dengan jalan
tekstual dan apa adanya. Bahkan golongan yang didominasi oleh atheis ini
melakukan praktek cocoklogi yang jauh dari kata ilmiah, karena sikap skeptic yang
kerap meraka tonjolkan hilang begitu saja: “yang penting Islam adalah teroris! Persetan
dengan skeptitisme.” Karena itu saya katakan, ketika mereka membicarakan
terorisme yang dilakukan oleh ISIS, akal sehatnya sudah tertutup rapat karena
kadar kebenciannya memenuhi seisi otak dan hatinya. Jika diilustrasikan akan
seperti ini:
“Kekerasan adalah ajaran Islam..” Kata ISIS. “Islam adalah
agama yang mengajarkan kekerasan..” Kata atheis dan golongan yang setuju
dengannya. Kesimpulannya: ISIS dan atheis mempunyai otak yang sama.
Berbicara tentang terorisme dan Islam saya jadi teringat
penjelasan Mehdi Hasan ketika debat melawan atheis di Oxford Union dengan tema “Islam
is Peaceful Religion.” Dalam perdebatan itu Mehdi Hasan menang telak karena dia
menyuguhkan argument yang cerdas, runut dan sangat ilmiah. Menurutnya, Islam
memang mengajarkan perang, ada banyak ayat-ayat Quran yang berisi tentang
ajakan untuk membunuh orang-orang kafir, tapi Islam juga mengajarkan perdamaian,
kasih sayang, keadilan dan adab. Karena itu menurutnya, Islam bukanlah agama
pasif, yang tidak hanya berbicara tentang perang tetapi juga tentang
persaudaraan.
Mehdi Hasan |
Mehdi Hasan pun tidak memungkiri bahwa ada sebagian umat
Islam yang menafsirkan Quran di luar konteks, namun golongan umat Islam ini
hanyalah minoritas. Nah, untuk menghilankan generalisasi, Mehdi Hasan membuat
sebuah perumpamaan yang menurut saya menarik, menurutnya:
“kita asumsikan bahwa setiap bom yang
terjadi termotivasi oleh Islam sehingga Islam adalah agama kekerasan, kemudian
tanyakan kepada diri sendiri: mengapa mayoritas umat Islam tidak melakukan
tindakan terorisme ? kenapa hanya sebagian kecil umat Islam yang melakukan
terorisme kemudian diinterpretasikan Islam sebagai agama kekerasan ? mari kita
berasumsi bahwa ada 16.000 bom bunuh diri di dunia ini, maka hasilnya adalah
0,0001% dari populasi muslim secara global, bagaimana dengan 99,999% lainnya
yang diabaikan oleh semua orang ?”
Penjelasan Mehdi Hasan membuka pikiran saya yang sempat
percaya bahwa Islam adalah agama kekerasan, bengal dan buas. Saya tercerahkan. Bayangkan jika semua orang Islam yang
berjumlah 1,6 miliar di dunia ini adalah teroris yang cinta menghunuskan
pedangnya, tentunya kami akan memotong urat nadi orang-orang kafir kapan pun
dan dimana pun mereka berada. Menghancurkan tempat-tempat berhala yang
bersemayam di bawah pelukan Vatikan, Yunani, China, Argentina, Brazil dan
lain-lain. Namun karena mayoritas umat Islam mencintai perdamaian, maka hal itu
tidak terjadi dan semoga tidak akan pernah terjadi.
Saya harap kepada haters Islam untuk tidak melakukan cocoklogi tindakan ISIS dengan
ayat-ayat Quran dan hadits-hadit Nabi karena dampaknya akan luarbiasa besarnya
terhadap pola pikir anak-anak alay yang cinta dengan Agama Islam. Hal semacam
ini seakan mengajak mereka untuk melakukan tindakan kekerasan, terorisme dan
pertumpahan darah. Karena itu, jangan memprovokasi kaum muslim untuk melakukan
tindakan di luar nalar. Percayalah kepada orang-orang Islam yang kamu kenali,
kamu temui di jalan atau di pasar, mereka semuanya mencintai perdamaian dan
kasih sayang.
Jika pun kalian tidak bisa menahan diri karena ingin terus
memproklamirkan Islam sebagai agama kekerasan dan terorisme, itu tidak akan
menghapuskan Islam dari bumi ini, melainkan akan semakin tumbuh berkembang. Karena
tingginya Islamophobia di Barat berbanding lurus dengan meningkatnya
pertumbuhan populasi Islam di Eropa.
Post a Comment