Ateisme: Gerakan Melawan Agama

Atheist Symbol
"Percayalah hanya pada evidence, pada fakta empiris, dan penyimpulan rasional atas dasar fakta." Itulah sepenggal kata dari Panglima Atheist, Richard Dawkins, yang dengan arogan menolak akan kebenaran Tuhan karena ketiadaan bukti yang kuat. Selain itu, Sam Harris menyatakan dalam The End Of Faith "orang yang beragama sama saja seperti orang yang menidurkan rasionya." Begitu juga dengan Hitchens. Dalam suatu sesi ceramahnya di Kanada pada tahun 2006 (bisa dilihat di youtube), ia berkomentar, “Religion should be treated with ridicule, hatred, and contempt.”

Kemudian Sigmund Freud yang dengan pendekatan psikoanalisanya menyatakan Tuhan sebagai ilusi hasil represi alam bawah sadar, ataupun Daniel C. Dennet yang cukup dikenal sebagai tokoh atheisme kontemporer. Ludwig Feuerbach mengungkapkan bahwa manusia yang menciptakan Tuhan, dan bukan Tuhan yang menciptakan manusia. Sebab menurutnya, agama adalah proyeksi manusia atas keterasingan dirinya. Hingga Pada akhirnya menurut Jean-Paul Sartre konsep Tuhan adalah keinginan manusia untuk memenuhi ketidaksempurnaan dan ketidakmampuannya.

Bagi Karl Marx, Agama adalah candu untuk masyarakat. Namun bagi Dawkins, agama adalah semacam virus yang tak berbeda jauh dengan virus komputer, atau virus penyakit dari segi perilakunya. Sedangkan bagi Christopher Hitchens, Ia dengan vulgar mengatakan bahwa “agama meracuni peradaban manusia dan harus segera ditinggalkan.” Menurut Ernest Becker dalam bukunya Escape from Evil, ia mengatakan “Manusia menggunakan Agama sebagai alat untuk mengendalikan dunia dan kehidupan.”

Kejayaan kerangka pikir positivistis logis yang menjadi sebuah narasi besar di sekitar penghujung era modern membuat Pascal Boyer menyimpulkan bahwa Agama adalah sesuatu yang naif. Kaum positivisme logis memusatkan diri pada bahasa dan makna. Bagi kaum positivisme logis seperti Rudolf Carnap, semua metafisika secara literal adalah “nonsense“ tanpa makna. Karenanya, mereka akan terjebak pada peniadaan Tuhan atau Tuhan memang ada namun tidak bermakna apa-apa bagi manusia.

Begitulah serangan-serangan Atheist terhadap Agama. Mereka tidak segan-segan memberangus Agama mulai dengan sudut pandang Sains seperti yang dilakukan oleh Dawkins, Carl Sagan, Stephen Hawking. Kemudian dari sudut Sosial yang didalangi oleh Karl Marx, Friedrich Engels dan Stalin. Tidak hanya itu, dari sudut antropologi Pascal Boyer, dalam psikologi ada Sigmund Freud dan Ernest Becker sampai pada titik sudut pandang sejarah oleh Jonathan Kirschtof dan Karen Amstrong.

Serangan Atheist terhadap orang yang beragama (Theist) juga dilakukan dengan cara yang sadis seperti seorang teroris, tokohnya adalah Craig Steven Hicks. Dalam segi bisnis dipimpin oleh Mark Elliot Zuckerberg dan Bill Gates yang meraup uang sebesar hutang Negara kita. Bahkan dalam dunia politik seperti si Pembantai manusia Mao Zedong yang memimpin Revolusi Komunis China dan si kejam Pol Pot yang membunuh ribuan orang sebagai pemimpin Partai Komunis Kamboja.

Serangan Atheist terhadap kaum Theist yang terfokus pada persoalan Tuhan dan peraturan yang dibuat Tuhan dalam Firman-Nya membuat para cendikiawan harus kembali menata ulang tentang konsep ketuhanannya. Serangan dari berbagai disiplin ilmu itu bagaikan dari Pulau Salaut Besar di Sabang hingga Pulau Liki di Merauke dan Pulau Miangas di Sulawesi Utara hingga Pulau Dana di Nusa Tenggara Timur. Konsep yang selama ini dibangun dari zaman abad pertengahan telah dibumihanguskan oleh kerangka berfikir positivistis logis di era modern.

Islam sebagai Agama yang mengatur semua dimensi ilmu dan kehidupan jangan pernah merasa nyaman akan serangan dari Atheist ini. Benar kata Phillips Brooks “Don’t pray for easy lives. Pray to be stronger men!” Karena itulah, jika mereka menolak adanya Tuhan dan menyerang Agama dengan ilmu pengetahuan, maka kita sebagai umat Islam juga harus mendukung konsep Islam dengan ilmu pengetahuan. Itulah adab kita dalam berdebat dan berdiskusi yang dibangun selama ratusan tahun.

No comments